Sabtu, 06 Juli 2013

sampah di TPSA Cilowong Serang



Sampah Kota Serang Tak Tertangani

dsc_2772.jpg
Masalah sampah tampaknya akan menjadi problem serius perkotaan. Hampir separuh sampah dari perkotaan belum tertangani dengan baik, setiap harinya.
 Dari sekitar 780,10 meterkubik (M3) volume sampah yang dihasilkan setiap harinya, hanya 465 M3 yang bisa terangkut ke tempat penampungan akhir (TPA) di Cilowong, Kecamatan Taktakan.
“Jumlah pengangkutan sampah yang terlayani baru 60 persen. Memang pengangkutan sampah ini belum optimal sepenuhnya,” terang Hadiri Burhanudin, Kabid Kebersihan dan Keindahan Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Serang, Rabu (7/11).
Hadiri memberi gambaran, volume sampah terbesar dihasilkan dari pemukiman yang mencapai 658,50 M3 setiap harinya, daerah komersil menghasilkan 85,97 M3, pasar 18,08 M3, fasilitas umum 15,30 M3, dan sapuan jalan 2,25 M3. Menurut Hadiri, jumlah sampah yang dihasilkan belum sebanding dengan sarana kebersihan yang dimiliki.
Dikatakan, saat ini pihaknya baru memiliki 29 armada pengangkut, terdiri atas 21 unit dump truk, 5 unit armada amrol, dan 3 unit truk manual. Padahal idealnya, kata Hadiri, alat pengangkut sampah ini minimal 38 unit. Sementara container untuk penampungan sampah saat ini baru ada 38 unit dari kebutuhan sebanyak 60 unit. “Sistem container ini lebih baik dibandingkan dengan tempat penampungan sampah (TPS), karena sistem TPS membutuhkan banyak tempat untuk pemasangannya,” ujarnya.
Selain minimnya sarana, kata Hadiri, masalah klasik dalam penanganan sampah adalah minimnya kesadaran masyarakat untuk memperlakukan produk sampahnya dengan baik, misalnya dengan membuang sampah tidak pada tempat yang telah disediakan. Dikatakan, kesadaran masyarakat untuk turut serta dalam pembiayaan pengelolaan sampah melalui retribusi kebersihan juga masih sangat rendah. Ia menyebutkan, retribusi kebersihan untuk tahun 2006 tercatat hanya Rp 198 juta atau baru 1,5 persen dari total biaya operasional kebersihan yang dianggarkan hingga Rp 13 miliar. Sehingga, imbuhnya, 98,5 persen biaya operasional kebersihan masih disubsidi pemerintah daerah. “Padahal, pengelolaan persampahan merupakan tanggung jawab bersama antara masyarakat dan pemerintah. Masyarakat perumahan juga masih banyak yang tidak membayar retribusi kebersihan. Mereka biasanya hanya membayar jasa angkut sampah dari rumah ke TPS kepada tukang angkut, sementara retribusi pengangkutan dari TPS ke  TPA tidak dibayarkan,” ungkapnya, seraya menyebutkan biaya retribusi ini sebesar Rp 500/bulan. (qizink) 



[SERANG] Limbah cair sampah yang ada di Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPSA) Cilowong, Kecamatan Taktakan, Kota Serang, dinyatakan tidak memunuhi baku mutu. 

Hal itu diketahui setelah Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kota Serang melakukan uji laboratorium pada tanggal 8  Juni 2012 lalu. 

“Berdasarkan hasil uji laboratorium  yang kami lakukan pada tanggal 8 Juni 2012 lalu,  ada unsur-unsur yang parameternya melampaui baku mutu. Kami mengambil dua sampel yakni  di Sumur Pantau yang berada di sekitar TPSA dan sampel  kedua di Sungai.  Dari hasil uji laboratorium diketahui bahwa air Sumur Pantau terdapat beberapa parameter yang melampaui baku mutu yakni, zat kimia yang mengeluarkan bau atau sulfida 0,103 miligram (mg) per liter. Padahal berdasarkan keputusan menteri maksimal sulfida 0,1 mg per liter,” jelas  Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kota Serang Joko Sutrisno, di Serang, Jumat (15/6).  

Joko menjelaskan,  parameter lainnya yakni  amonio bebas 8,8 mg per liter, idealnya maksimal 5 mg per liter, paramter Biological Oxygen Demand (BOD) di TPSA Cilowong mencapai 184,6 mg, seharusnya maksimal 150 mg. Kemudian zat Chemical Oxygen Demand (COD) 420,13 mg, idealnya baku mutunya 300 mg. "Untuk zat crom itu masih memenuhi baku mutu yakni 0,32 mg, baku mutunya maksimal 0,50," ujarnya. 
    
Sedangkan hasil uji laboratorium untuk air  di sungai sendiri  lebih besar dibandingkan di sumur pantau yakni, parameter sulfida 0,152 mg, amonio bebas 9,18 mg, BOD 297,6 mg , COD 688,05 mg, dan crom 0,46 mg. 

"Pencemaran lebih tinggi di sungai karena tidak melalui filter. Sementara pada  sumur pantau  terdapat  di sekitar TPA," kata Joko. 

Dia mengungkapkan, hasil uji laboratorium tersebut  sudah diserahkan kepada satuan kerja (Satker) Pekerjaan Umum (PU) Banten Bidang Penyehatan Lingkungan dan Permukiman, untuk dilakukan proses pengolahan limbah cair agar sesuai baku mutu yang ditetapkan sebelum dibuang ke sungai. Selain ke satker, pihaknya juga  sudah melaporkanya hasil uji laboratorium tersebut kepada wali kota Serang. 

"Jadi seharunya limbah cair itu sebelum dibuang harus diolah dulu. Dampaknya jika dibiarkan mencemari lingkungan dan ini berbahaya jika sampai dikonsumsi warga," katanya. 
   
Wakil Ketua komisi IV DPRD Kota Serang, Amanudin Toha mengatakan, Satker harus mengikuti saran dan rekomendasi yang disampaikan BLHD  berdasarkan hasil uji laboratorium  yang sudah dilakukannya terhadap limbah cair TPSA Cilowong. 

"Secara kasat mata, sudah jelas kalau air di TPSA itu tidak memenuhi baku mutu.  Karena itu,  kami meminta kepada satker untuk membuat sistem pengolahan limbah dengan baik dan benar," tegasnya.  
    
Untuk diketahui, sebelumnya  petani di Desa Cilowong, Kecamatan Taktakan mengeluhkan kondisi air irigasi Cilowong yang bau dan hitam  pekat akibat limbah TPSA. Bahkan, puluhan hektare padi sawah milik petani di wilayah itu  terancam  mati akibat tercemar limbah dari TPSA tersebut. [149]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar