BAB
1
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Tuberkulosis
adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis (TBC).
Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh
lainnya. Kuman TBC ini berbentuk
batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan.
Oleh karena itu disebut juga sebagai basil tahan asam (BTA). Kuman TBC cepat
mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.
Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman, tertidur lama selama bebrapa
tahun. (Depkes RI, 2002)
Di Indonesia merupakan
penyakit urutan ke lima di dunia (India, Cina, Afrika selatan, Nigeria dan
Indonesia). Berdasarkan Global Report TB tahun 2010, prevalensi kasus penderita TB
Paru di Indonesia secara nasional pada tahun 2010 adalah sebesar 285 per
100.000 penduduk, angka kematian TB telah turun menjadi 27 per 100.000
penduduk. (Kepmenkes RI, 2011)
Pada tahun 2009
penemuan di Provinsi Banten penderita TB Paru BTA positif mencapai 6.650 kasus dan diobati sebanyak
6.755 kasus serta penderita TB paru yang sembuh sebanyak 6.371 kasus. Di
Provinsi Banten Jumlah penemuan Penderita TB Paru BTA positif pada tahun 2010
mencapai 8.466 kasus dan diobati sebanyak 9.779 kasus serta penderita TB paru
yang sembuh 6.903 kasus.(Dinkes Provinsi Banten, 2010)
Di Kota
Pandeglang sendiri pada tahun 2010 perkiraan 1.242 kasus total penderita TBC
yang diobati tahun 2010 sebanyak 1.119 jiwa, persentase kesembuhan sebesar
92,41%, meninggal 1.22% atau kasus TBC yang meninggal sebanyak 6 jiwa. Cakupan penemuan pasien
baru TB BTA positif sebanyak 947 kasus capaian 76% (Dinkes pandeglang 2010).
Sedangkan di Puskesmas Pagadungan pada tahun 2011 sebanyak 39 kasus sedangkan
periode januari-Maret 2012 adalah sebanyak 8 kasus.(Data Puskesmas Pagadungan
2011)
Faktor resiko
yang dapat menimbulkan penyakit tuberkulosis adalah faktor daya tahan tubuh
yang rendah, vaksinasi, kemiskinan, kepadatan penduduk, diantaranya infeksi
HIV/AIDS dan malnutrisi. Tuberkulosis terutama banyak terjadi di populasi yang
mengalami stress, nutrisi jelek, penuh sesak, ventilasi rumah yang tidak
bersih, perawatan kesehatan yang tidak cukup dan perpindahan tempat. Genetik
berperan kecil, tetapi faktor-faktor lingkungan berperan besar pada insidensi
kejadian tuberkulosis. Cara penularan yang menjadi sumber penularan yang
menjadi sumber penularan adalah pasien TB BTA positif, pada waktu batuk atau
bersin. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara
sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama
beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien
ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi
derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut
(Depkes RI, 2008)
Lingkungan
merupakan hal yang tidak terpisahkan dari aktivitas kehidupan manusia.
Lingkungan, baik secara fisik maupun biologis, sangat berperan dalam proses
terjadinya gangguan kesehatan masyarakat, termasuk gangguan kesehatan berupa
penyakit tuberkulosis (Notoatmodjo, 2003). Oleh karena itu kesehatan sangat
dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, baik secara fisik, biologis, maupun
social. Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh
besar terhadap status kesehatan penghuninya.
Penyakit menular
merupakan hasil perpaduan berbagai faktor yang saling mempengaruhi. Faktor
tersebut yaitu Lingkungan (Environment),
Penyakit (Agent), dan Pejamu (Host). Ketiga faktor penting ini disebut
segitiga epidemiologi (Epidemiological
Triangle). Hubungan ketiga faktor tersebut digambarkan secara sederhana
sebagai timbangan, yaitu agent penyakit pada satu sisi dan pejamu pada sis yang
lain dengan lingkungan sebagai
penumpunya. (Widoyono, 2008)
Berdasarkan
latar belakang tersebut, mengingat pentingnya kelembaban udara yang menjadi
faktor resiko terjadinya penyakit TB Paru. Maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai hubungan antara kelembaban dalam rumah dengan
kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pagadungan Pandeglang Kabupaten
Pandeglang Tahun 2012.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas bahwa pada Tahun 2011 masih tinggi angka kejadian TB Paru
khususnya di wilayah kerja Puskesmas Pagadungan Kabupaten Pandeglang, diduga
berkaitan dengan kelembaban udara dalam rumah yang beresiko tinggi.
Dari
latar belakang tersebut, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah
sejauh mana hubungan antara kelembaban udara dalam rumah dengan kejadian TB
Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Pagadungan Kabupaten Pandeglang Tahun 2012.
C. Tujuan Penelitian
1.
Tujuan
Umum
Diketahuinya hubungan antara kelembaban udara dalam
rumah dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pagadungan kabupaten Pandeglang
Tahun 2012.
2.
Tujuan
Khusus
a. Diketahuinya
distribusi frekuensi kelembaban udara dalam rumah di wilayah kerja Puskesmas
Pagadungan Kabupaten Pandeglang Tahun 2012.
b. Diketahuinya
distribusi frekuensi kejadian TB Paru di
wilayah kerja Puskesmas Pagadungan Kabupaten Pandeglang Tahun 2012.
c. Diketahuinya
hubungan kelembaban udara dalam rumah dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja
Puskesmas Pagadungan Kabupaten Pandeglang Tahun 2012.
D. Manfaat Penelitian
1.
Bagi
Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKes Faletehan
Skripsi dapat dijadikan referensi untuk bahan
masukan kesehatan lingkungan dan dapat di pertimbangkan terutama dalam upaya
pencegahan dan penanggulangan penyakit TB Paru. Menambah judul bacaan serta
ilmu pengetahuan khususnya tentang penyakit TB Paru.
2.
Bagi
Puskesmas Pagadungan Kabupaten Pandeglang
Hasil penelitian dapat menjadi masukan bagi
puskesmas untuk membuat kebijakan dalam hal penanggulangan TB Paru melalui kelembaban
udara dalam rumah sehingga dapat menurunkan angka kesakitan TB Paru.
3.
Bagi
Peneliti
Menerapakan ilmu yang diperoleh selama dibangku
kuliah dan menambah wawasan ilmu, pengetahuan serta pengalaman agar dapat
mengaplikasikan semua ilmu yang telah didapat selama ini yang berhubungan
antara kelembaban udara dalam rumah dengan resiko kejadian TB Paru.
E.
Ruang
Lingkup
Penelitian
ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kelembaban udara dalam rumah
dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pagadungan Kabupaten
Pandeglang. Dengan melakukan pengambilan data sekunder yang berasal dari
puskesmas pagadungan, dan pengambilan data primer melalui observasi dan
kuesioner di Wilayah Kerja Puskesmas Pagadungan pada Juli dan Agustus 2012.
Jenis metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan
menggunakan pendekatan Croos Sectional.
BAB 11
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kesehatan Masyarakat
1. Pengertian Kesehatan Masyarakat
Kesehatan Masyarakat adalah Ilmu dan Seni mencegah
penyakit, memperpanjang hidup dan meningkatkan kesehatan melalui usaha-usaha
pengorganisasian masyarakat untuk perbaikan sanitasi lingkungan, dan sebagainya
(Winslow, 1920)
Kesehatan Masyarakat adalah Ilmu dan Seni dalam mencegah
penyakit (preventive), menyampaikan
informasi-informasi kesehatan (promotion)
dan juga mengubah perilaku masyarakat dalam upaya akan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat akan
ditemui masalah-masalah kesehatan secara langsung maupun tidak langsung yang
mempengaruhi kesehatan manusia (Soekidjo Notoatmodjo, 2007)
Kesehatan Masyarakat adalah Ilmu dan
Seni untuk mencegah penyakit, memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan dan efisiensi melalui
upaya masyarakat yang terorganisasi untuk :
1.
Perbaikan sanitasi lingkungan
2.
Pemberantasan penyakit-penyakit
menular
3.
Pendidikan untuk kebersihan
perorangan
4.
pengorganisasian
pelayanan-pelayanan medis dan keperawatan untuk diagnosis dini dan pengobatan
5.
pengembangan rekayasa sosial
untuk menjamin setiap orang terpenuhi kebutuhan hidup yang layak dalam
memelihara kesehatannya.
2.
Aspek Kesehatan
Masyarakat
1.
Epidemiologi
2.
Biostatistik/Statistik Kesehatan
3.
Kesehatan Lingkungan
4.
Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku
5.
Administrasi kesehatan Masyarakat
6.
Gizi Masyarakat
7.
Kesehatan Kerja
8.
Kesehatan Reproduksi
(Soekidjo Notoatmodjo,
2007)
B.
Konsep
Kesehatan Lingkungaan
Ilmu kesehatan lingkungan adalah
ilmu multidisipliner yang mempelajari dinamika hubungan interaktif antara
sekelompok manusia atau masyarakat dengan berbagai perubahan komponen
lingkungan hidup manusia yang diduga dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada
masyarakat dan mempelajari upaya untuk penanggulangan dan pencegahannya.
(Candra Budiman, 2007)
1.
Ilmu
Sanitasi Lingkungan
Ilmu
sanitasi lingkungan adalah bagian dari ilmu kesehatan lingkungan yang meliputi
cara dan usaha individu atau masyarakat untuk mengontrol dan mengendalikan
lingkungan hidup eksternal yang berbahaya bagi kesehatan serta yang dapat
mengancam kelangsungan hidup manusia.
2.
Tujuan
dan Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan
Tujuan
dan ruang lingkup kesehatan lingkungan dapat dibagi menjadi dua, secara umum
dan secara khusus. Tujuan dan ruang lingkup secara umum, antara lain:
a.
Melakukan koreksi atau perbaikan
terhadap segala bahaya dan ancaman pada kesehatan dan kesejahteraan hidup
manusia.
b.
Melakukan usaha pencegahan dengan cara
mengatur sumber-sumber lingkungan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan
dan kesejahteraan hidup manusia.
c.
Melakukan kerjasama dan menerapkan program
terpadu di antara masyarakat dan institusi pemerintah serta lembaga
nonpemerintah dalam menghadapi bencana alam atau wabah penyakit menular.
Adapun
tujuan dan ruang lingkup secara khusus meliputi usaha-usaha perbaikan atau
pengendalian terhadap lingkungan hidup manusia, yang diantaranya berupa:
1) Penyediaan
air bersih yang cukup dan memenuhi persyaratan kesehatan.
2) Makanan
dan minuman yang diproduksi dalam skala besar dan dikonsumsi secara luas oleh
masyarakat.
3) Pencemaran
udara akibat sisa pembakaran BBM, batubara, kebakaran hutan, dan gas beracun
yang berbahaya bagi kesehatan dan makhluk hidup lain dan menjadi penyebab
terjadinya perubahan ekosistem.
4) Limbah
cair dan padat yang berasal dari rumah tangga, pertanian, peternakan, industri,
rumah sakit, dan lain-lain.
5) Control
terhadap arthropoda dan rodent yang menjadi vector penyakit dan cara memutuskan
rantai penularan penyakitnya.
6) Perumahan
dan bangunan yang layak huni dan memenuhi syarat kesehatan.
7) Kebisingan,
radiasi dan kesehatan kerja.
8) Survey
sanitasi untuk perencanaan, pemantauan, dan evaluasi program kesehatan
lingkungan.
C. Rumah Sehat
1. Pengertian Rumah Sehat
Rumah adalah bangunan
yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan
keluarga.
Rumah sehat adalah
tempat untuk berlindung atau bernaung dan tempat untuk beristirahat sehingga
menumbuhkan kehidupan baik fisik, rohani maupun sosial (Kepmenkes No.829
tahun1999).
Untuk menciptakan rumah sehat maka diperlukan perhatian terhadap beberapa
aspek yang sangat berpengaruh, antara lain:
a.
Sirkulasi udara yang baik
b.
Penerangan yang
cukup
c.
Air bersih
terpenuhi
d.
Pembuangan air
limbah diatur dengan baik agar tidak menimbulkan pencemaran
e.
Bagian-bagian
ruang seperti lantai dan dinding tidak lembab serta tidak terpengaruh
pencemaran seperti bau, rembesan air kotor maupun udara kotor.
2. Syarat Rumah Sehat
a.
Tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti
bantaran sungai, aliran lahar, gelombang tsunami, longsor dan sebagainya
b.
Tidak terletak pada daerah bekas tempat pembuangan
akhir sampah dan bekas pertambangan
c.
Tidak terletak pada daerah rawan kecelakaan dan daerah
kebakaran seperti jalur pendaratan penerbangan.
3. Kriteria Rumah Sehat
a.
Kering
Rumah dikondisikan dengan membangun sistem bangunan yang dikonstruksi dengan lingkungan dalam ruangan yang terkontrol. Bisa dilakukan dengan menjaga agar sistem saluran air, saluran pembuangan terjaga dengan baik. Begitu pun masalah perembesan dan kebocoran rumah, hendaknya diatur agar tidak terjadi.
Rumah dikondisikan dengan membangun sistem bangunan yang dikonstruksi dengan lingkungan dalam ruangan yang terkontrol. Bisa dilakukan dengan menjaga agar sistem saluran air, saluran pembuangan terjaga dengan baik. Begitu pun masalah perembesan dan kebocoran rumah, hendaknya diatur agar tidak terjadi.
b.
Bersih
Sistem bangunan yang dimiliki memungkinkan agar rumah bebas kotoran, debu, asap serta kontaminan lainnya. Rumah yang berada di dekat jalan raya jelas berbeda penangannya dengan rumah yang ada di komplek spersawahan.
Sistem bangunan yang dimiliki memungkinkan agar rumah bebas kotoran, debu, asap serta kontaminan lainnya. Rumah yang berada di dekat jalan raya jelas berbeda penangannya dengan rumah yang ada di komplek spersawahan.
c.
Aman
Rumah hendaknya dibangun dengan bentuk, fungsi, dan peralatan yang aman bagi penghuni. Konsep ergonomis di setiap piranti hendaknya juga dipikirkan dengan matang. Sisi keamanan adalah faktor yang penting, demi menghindari terjadinya kecelakaan di dalam maupun di sekitar rumah.
Rumah hendaknya dibangun dengan bentuk, fungsi, dan peralatan yang aman bagi penghuni. Konsep ergonomis di setiap piranti hendaknya juga dipikirkan dengan matang. Sisi keamanan adalah faktor yang penting, demi menghindari terjadinya kecelakaan di dalam maupun di sekitar rumah.
d. Bebas Kontaminasi
Gunakan cat rumah dan
produk-produk bangunan yang aman dan tidak mengganggu kesehatan. Jauhi
penggunaan formaldehida untuk meminimalisir kontaminasi anggota keluarga.
e. Memiliki Ventilasi
Ventilasi
berfungsi untuk memperlancar pertukaran udara segar. Standardnya harus ada di
setiap ruangan.
f.
Bebas dari hewan pengganggu
Penghuni
hendaknya menjaga agar setiap sudut rumah bebas dari hewan pengganggu seperti
tikus, kecoa, cicak, dan lain-lain. Hewan-hewan ini selalu berusaha untuk
mencari makanan dan sarang di dalam rumah sehingga ada harus benar-benar ekstra
bekerja keras untuk mengenyahkannya.
g.
Terawat
Rumah yang sehat adalah rumah yang setiap elemennya terawat dan terpelihara dengan baik. Para penghuni rumah hendaknya mengatur jadwal khusus untuk saling berbagi tugas melakukan tugas ini demi kepentingan bersama.
Rumah yang sehat adalah rumah yang setiap elemennya terawat dan terpelihara dengan baik. Para penghuni rumah hendaknya mengatur jadwal khusus untuk saling berbagi tugas melakukan tugas ini demi kepentingan bersama.
4.
Persyaratan
Lingkungan Rumah Sehat
Menurut Winslow dan APHA
(American Public Health Association),
1992 lingkungan rumah yang sehat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Suhu
ruangan, yaitu dalam pembuatan rumah harus diusahakan agar kontruksinya
sedemikian rupa sehingga suhu ruangan tidak berubah banyak dan agar kelembaban
udara dapat dijaga jangan sampai terlalu tinngi dan terlalu rendah. Untuk ini
harus diusahakan agar perbedaan suhu antara dinding, lantai, atap, dan
permukaan jendela tidak terlalu banyak.
b. Harus
cukup mendapatkan pencahayaan baik siang maupun malam. Suatu ruangan mendapat
penerangan pagi dan siang hari yang cukup yaitu jika luas ventilasi 10% dari
jumlah luas lantai.
c. Ruangan
harus segar dan tidak berbau, untuk ini diperlukan ventilasi yang cukup untuk
proses pergantian udara.
d. Harus
cukup isolasi suara sehingga tenang dan tidak terganggu oleh suara-suara yang
berasal dari dalam mupun dari luar rumah.
e. Harus
ada variasi ruangan, misalnya ruangan untuk anak-anak bermain, ruang makan,
ruang tidur, dll.
f. Jumlah
kamar tidur dan pengaturannya disesuikan dengan umur dan jenis kelaminnya.
Ukuran ruang tidur anak yang berumur kurang dari lima tahun 4,5 m3,
artinya dalam satu ruangan anak yang berumur lima tahun ke bawah diberi kebebasan
menggunakan volume ruangan 4,5 m3 ( 1,5 × 1 × 3 m3 ) dan
diatas lima tahun menggunakan ruangan 9 m3 ( 3×1×3 m3 ).
D. Tuberkulosi
1.
Definisi
Penyakit TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh mycobakterium tuberculosis. Kuman batang
aerobik dan tahan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit.
Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh
lainya (Depkes RI, 2002).
Penyakit tuberkulosis disebabkan
oleh kuman/bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Kuman ini pada umumnya menyerang paru - paru dan sebagian lagi dapat menyerang
di luar paru - paru, seperti kelenjar getah bening (kelenjar), kulit,
usus/saluran pencernaan, selaput otak, dan sebagianya (Laban, 2008).
TB Paru adalah suatu penyakit
menular yang sebagian besar disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Kuman tersebut masuk ke dalam tubuh
manusia melalui udara pernafasan ke dalam paru, kemudian kuman tersebut dapat
menyebar dari paru ke bagian tubuh lain melalui sistem peredaran darah, system
saluran limfa, melalui saluran pernafasan atau penyebaran langsung ke bagian
tubuh lainnya.(Notoadmodjo 2007)
2. Etiologi
Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis sejenis kuman berbentuk batang
dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um.
Menurut Heinz (1993) dikutip dari Ikue
dkk (2007) penyebab terjadinya penyakit
tuberkulosis adalah basil tuberkulosis yang termasuk dalam genus Mycobacterium
suatu anggota dari famili Mycobacteriaceaedan
termasuk dalam ordo Actinomycetalis Mycobacterium tuberculosa menyebabkan
sejumlah penyakit berat pada manusia dan penyebab terjadinya infeksi
tersering. Masih terdapat Mycobacterium patogen lainnya, misalnya Mycobacterium
leprae, Mycobacteriumpara tuberkulosis dan Mycobacterium yang dianggap
sebagai Mycobacterium non tuberculosis atau tidak dapat terklasifikasikan.
Mycobacterium
tuberkulosis adalah kuman berbentuk
batang, yang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan,
sehingga disebut pula basil tahan asam (BTA). Kuman TBC cepat mati dengan sinar
matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap
dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant atau tertidur lama selama
beberapa tahun (Depkes RI, 2002).
3. Gejala
Tuberkulosis Paru
Orang-orang
yang terkena serangan penyakit ini tubuhnya mudah lelah tanpa alas an, berat
badan makin menurun serta kurang cerna, lama kelamaan akan timbul demam ringan,
kebanyakan diwaktu sore hari, dan sering berkeringat diwaktu malam. Tanda yang
utama adalah batuk selalu keras serta kemungkinan bertambahnya riak,
kadang-kadang dahak ini bercampur dengan garis-garis merah karena bercampur
dengan darah. (Wahyusi, 2000:41)
Gejala
utama:
-
Batuk
terus menerus dan berdahak Selama 3 (tiga) minggu atau lebih gejala tambahan,
yang sering terjadi:
-
Dahak
bercampur darah
-
Batuk
darah
-
Sesak
nafas dan nyeri dada
-
Badan
lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang enak badan
(malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam, meriang lebih dari
sebulan. (Depkes RI, 2006:13)
4. Patogenesis/Patologi
a. Tuberkulosis
Primer
Penularan Tuberculosis
Paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclai dalam udara. Partikel
infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada
tidaknya sinar ultra violet, ventilasi yang baik dan kelembaban. Dalam suasana
lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan.
Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat, ia
akan menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Bila kuman menetap dijaringan
paru, ia bertumbuh dan berkembangbiak dalam sitoplasma
makrofag. Disini ia akan masuk terbawa kedalam tubuh lainnya. Kuman yang
bersarang di jaringan paru-paru akan membentuk sarang Tuberculosis Pnomunia kecil dan disebut sarang primer atau afek
primer. Sarang primer ini terjadi di bagian mana saja jaringan paru.
Dari sarang primer ini akan timbu peradangan saluran
getah bening menuju hilus (limfangitis
lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (lifangitis regional). Sarang primer+Limfangitis local+limfangitis
regional = Kopleks Primer
Kompleks Primer ini selanjutnya dapat menjadi :
1)
Sembuh
sama sekali tanpa meninggalkan cacat
2)
Sembuh
dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotic, kalsifikasi di
hilus atau kompleks (sarang) ghon.
a)
Berkomplikasi dan menyebar secara :
-
Per
kontinuitatum yakni menyebar kesekitarnya
-
Secara
bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun pada paru yang disebelahnya. Dapat
juga kuman tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus.
-
Secara limfogen, keorgan tubuh lainnya
-
Secara
hematogen, ke organ tubuh lainnya
-
Semua
kejadian diatas tergolong dalam perjalanan Tuberculosis Primer.
b. Tuberkulosis
Post-Primer
Kuman yang dormant pada tuberculosis primer akan
muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberculosis
dewasa (Tuberkulosis Post-Primer).
Tuberculosis Post-Primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di
region atas paru-paru.
Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk
sarang pneumonia kecil. Dalam 3-4 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni
suatu granuloma Tergantung dari
jumlah kuman, virulensinya dan imunitas penderita, sarang dini ini dapat
menjadi :
1)
Direpsorpsi
kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
2)
Sarang
yang mula-mula meluas, tapi segera menyembuh dengan sebukan jaringan fibrosis
3)
Sarang
dini yang meluas dimana granuloma berkembang menghancurkan jaringan sekitarnya
dan bagian tengahnya mengalami nekrosis dan menjadi lembek membentuk jaringan
keju, bila jaringan keju ini dibatukkan keluar akan terjadilah “Kevitas” Kevitas dapat :
a) Meluas kembali dan menimbulkan serangan pneumonia baru.
Sarang ini kemudian mengikuti perjalanannya.
b) Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberculosis. Tuberkuloma ini dapat
mengapur dan menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair dan jadi kavitas
lagi.
c) Bersih
dan menyembuh, disebut Open healed cavity.
Dapat juga menyembuh dengan membungkus diri dan menjadi
kecil. Kadang-kadang berakhir dengan kavitas yang terbungkus, menciut dan
berbentuk seperti bintang, disebut Stellate
shaped.
` Secara
keseluruhan akan terdapat 3 macam sarang, yakni:
-
Sarang
yang sudah sembuh. Sarang bentuk ini tidak perlu pengobatan lagi.
-
Sarang
Aktif Eksudatif. Sarang bentuk ini perlu pengobatan yang lengkap dan sempurna.
-
Sarang
yang berada antara aktif dan Sembuh. Sarang bentuk ini dapat sembuh sepontan,
tapi mengingat kemungkinan terjadinya eksaserbasi kembali, sebaiknya diberi
pengobatan yang sempurna juga.
5. Klasifikasi
Tuberkulosis Paru
a.
Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang
jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru).
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC Paru dibagi
dalam :
1)
Tuberkulosis
Paru BTA Positif
-
Sekurang
– kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasil BTA positif.
-
1
spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menunjukan
gambaran tuberkulosis aktif.
2)
Tuberkulosis
Paru BTA Negatif
Pemeriksaan
3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto rontgen dada menunjukan
gambaran tuberkulosis aktif.
TBC Paru
BTA Negatif Rontgen positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya,
yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto rontgen dada
memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “ far
advanced” atau milier), dan/atau keadaan umum penderita buruk.
b. Tuberkulosis
Ekstra Paru
Tuberkulosis
yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak,
selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus,
ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain – lain. TBC ekstra paru dibagi
berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya,
yaitu :
1)
TBC
Ekstra Paru ringan
Misalnya : TBC kelenjar
limphe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang),
sendi dan kelenjar adrenal.
2)
TBC Ekstra Paru Berat
Misalnya : meningitis, milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa duplex, TBC tulang belakang, TBC usus,
TBC saluran kencing dan alat kelamin.
6.
Tipe Penderita
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita, yaitu:
a.
Kasus
baru
Adalah
penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT
kurang dari satu bulan (30 dosis harian).
b.
Kambuh ( Relaps)
Adalah
penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis
dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil
pemeriksaan dahak BTA positif.
c.
Pindahan
Adalah
penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten lain dan kemudian
pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindahan tersebut harus membawa
surat rujukan/ pindah.
d.
Setelah
lalai pengobatan (pengobatan setelah default/drop-out)
Adalah
penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau
lebih, kemudian datang kembali berobat. Umunya penderita tersebut kembali
dengan hasil pemriksaan dahak BTA positif.
e. Gagal
Adalah
penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif
pada akhir bulan ke 5 ( satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau lebih.
f. Kasus
Kronis
Adalah penderita dengan hasil peeriksaan masih BTA
positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2.
7.
Gejala-Gejala Klinis
Keluhan yang dirasakan penderita tuberculosis dapat bermacam-macam atau malah tanpa keluhan sama
sekali. Keluhan yang terbanyak adalah :
a.
Demam
Biasanya subfebris, menyerupai demam influenza. Tapi kadang-kadang panas
badan dapat mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat sembuh kembali.
Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam
influenza ini, sehingga penderita tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini di pengaruhi daya tahan tubuh penderita dan
berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.
b. Batuk
Gejala
ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi bronkus. Batuk ini
diperlukan untuk membuang produk-produk radang
kelua. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja
batuk telah ada setelah penyakit berkembang di jaringan paru yang telah
berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk bermula
dari batuk kering (non-produktif)
kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum).
Keadaan yang lanjut adalah batuk darah
(hemaptoe) karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk
darah pada tuberkulois terjadi pada kavitas, tapi dapat juga terjadi pada ulkus
dinding bronkus.
c.
Sesak
Nafas
Pada
penyakit yang ringan baru tumbuh belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan
ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut. Dimana infiltrasinya sudah setengah
bagian paru-paru.
d.
Nyeri
Dada
Gejala
ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
e.
Malaise
Penyakit Tuberkulosis
merupakan radang yang menahun. Gejala maleise sering ditemukan berupa :
anoreksia, tidak ada nafsu makan, Berat badan menurun, sakit kepala, meriang,
nyeri otot, keringat malam dll.Gejala malaise ini makin lama makin berat dan
terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
8.
Cara
Penularan TB Paru
Sumber
penularan adalah penderita TB Paru BTA Positif pada waktu batuk atau bersin,
penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak).
Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama
beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam
saluran pernafasan. Setelah kuman TB masuk ke dalam tubuh manusia melalui
pernafasan, kuman TB tersebut dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem
peredaran darah, sistem sel-limfe, saluran nafas atau penyebaran langsung ke
bagian-bagian lainnya. Cara batuk memegang peranan penting. Kalau batuk
ditahan, hanya akan dikeluarkan sedikit basil, apalagi kalau saat batuk
penderita menutup mulut dengan kertas tisu. (Depkes RI, 2002:28)
9. Tindakan Pencegahan TB Paru
Pasien
dianjurkan untuk batuk atau bersin dan mengeluarkan ludah pada tissue dan
menghindari meludah di sembarang tempat, tissue tersebut tidak boleh dibuang
disembarang tempat.
-
Tangan dicuci dengan menggunakan air mengalir
dan sabun
-
Tindakan kontrol infeksi sementara dengan memakai masker
jangan menghentikan terapi pengobatan, makanya obat secara teratur
-
Berbicara dengan orang lain tidak berhadapan
dalam jarak dekat
-
Pasien dianjurkan berjemur di bawah sinar
matahari
-
Kasur pasien sebaiknya dijemur
-
Pakaian. Alat-alat makan dan alat-alat lain
yang digunakan pasien sebaiknya dipisahkan dengan anggota keluarga.(Depkes RI,
2002).
10. Pengobatan
Pengobatan tuberculosis terutama berupa pemberian obat antimikroba dalam
jangka waktu lama. Obat-obat ini juga
dapat digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit klinis pada seseorang yang
sudah terjangkit infeksi. Penderita tubrekulosis dengan gejala klinis harus
mendapat minimum dan obat untuk mencegah timbulnya strain yang resisten
terhadap obat. Baru-baru ini CDC dan American
Thoraric Society (ATS) mengeluarkan pernyataan mengenai rekomendasi
kemoterapi jangka pendek bagi penderita tuberculosis dengan riwayat
tuberculosis paru yang tidak diobati sebelumnya.
11. Paduan Obat
Dalam
riwayat kemoterapi terhadap tuberculosis dulunya dipakai satu macam obat saja.
Kenyataan dengan pemakaian obat tunggal ini banyak terjadi restitensi karena
sebagian besar kuman tuberculosis memang dapat dibinasakan tapi sebagian kecil
tidak. Kelompok resisten ini malah berkembang biak dengan leluasa. Untuk
mencegah terjadinya resistensi ini, terapi tuberculosis
dilakukan dengan memakai paduan obat, sedikitnya diberikan 2 macam obat yang
bersifat bakterisid.
Jenis
obat yang sering dipakai :
a. Isoniazid
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh
90% populasi kuman dalam beberapa hari pengobatan. Obat ini sangat efektif
terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang
berkembang. Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kg BB, seangkan untuk pengobatan
intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB.
b.
Rifampisin
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dormant 9
persister) yang dapat dibunuh oleh isoniasid. Dosis 10 mg/kg BB diberikan sama
untuk pengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu.
c. Pirazinamid
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada
dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB,
sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35
mg/kg BB.
d. Streptomisin
bersifat bakterisid. dosis harian yang dianjurkan 15
mg/kg bb sedangkan untuk pengobatan intermitan 3 kali seminggu digunakan dosis
yang sama. Penderita berumur sampai 60 tahun dosisnya 0,75 gr/hari, sedangkan
untuk berumur 60 tahun atau lebuih diberikan 0,50 gr/hari.
e.
Etambuthol
Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang
dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu
digunakan dosis 30 mg/kg BB.
12. Prinsip Pengobatan
Pengobatan TB Paru dengan
prinsip-prinsip sebagai berikut :
a.
OAT harus diberikan dalam bentuk
kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai
dengan kategori pengobatan. Hindari penggunaan monoterapi, pemakaian OAT
Kombinasi Dosis Tetap (KDT) akan lebih menguntungkan dan dianjurkan.
b.
Untuk menjamin kepatuhan pasien dalam
menelan obat, pengobatan dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT = Directhly
Observed Treatment) oleh seorang Pengawasan Menelan Obat (POM).
c.
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap,
yaitu tahap awal dan lanjutan.
1) Tahap
intensif/awal
a) Pada
tahap awal (intensif) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap obat.
b) Bila
tahap awal (intensif) tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular
menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
c) Sebagaian
besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 minggu.
2) Tahap
lanjutan
a) Pada
tahap lanjutan pasien untuk membunuh kuman persiter sehinnga mencegah
terjadinya kekambuhan.
13. Pengawasan Menelan Obat (PMO)
Tugas
PMO, Adalah:
a.
Mengawasi penderita tuberculosis agar
menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan
b. Memberi
dorongan kepada penderita agar mau berobat secara teratur
c. Mengingatkan
penderita untuk periksa ulang dahak pada waktu-waktu yang telah ditentukan
d. Memberi
penyuluhan pada anggota keluarga penderita tuberkulosis yang mempunyai
gejala-gejala tersangka tuberkulosis untuk segera memeriksa ke unit pelayanan
kesehatan.
14. Faktor Resiko Penyakit TB Paru
Faktor resiko yang dapat
menimbulkan penyakit tuberkulosis yaitu:
a.
Daya
Tahan Tubuh yang rendah
adalah
Pola hidup yang tidak benar Istirahat
tidak cukup dan olah raga yang tidak teratur Pola makan yang tidak sehat Makanan-makanan cepat saji yang tidak
mencukup inutrisi yang kita butuhkan Lingkungan
yang tidak sehat Polusi dan radiasi.(Boedina kresno,2001)
b. Vaksinasi
adalah pemberian vaksin
kedalam tubuh seseorang untuk memberikan kekebalan
terhadap penyakit tesebut. (http://id.wikipedia.org/wiki/Vaksinasi)
di unduh pada tanggal 12 Juni 2012
c.
Kemiskinan
adalah
satu keadaan di mana seseorang itu kekurangan bahan-bahan keperluan hidup.
Dalam masyarakat modern, kemisikinan biasanya disamai dengan masalah kekurangan
uang.
d.
Kepadatan
penduduk
adalah Jumlah penduduk di suatu daerah atau
negara mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Perubahan ini disebut dinamika
penduduk. Perubahan penduduk ini meliputi kelahiran, kematian, dan migrasi. Sedangkan,
jumlah penduduk yang meningkat dari tahun ke tahun disebut pertumbuhan penduduk.
(http://zaifbio.wordpress.com/2010/02/11/kepadatan-penduduk-dan-pencemaran-lingkungan/)
di unduh pada tanggal 12 Juni 2012
e.
HIV/AIDS
adalah
suatu penyakit yang sangat berbahaya karena mempunyai Case Fatality Rate 100% dalam lima tahun. (Adisasmito,2008)
f.
Malnutrisi
adalah
suatu istilah umum yang merujuk pada kondisi medis
yang disebabkan oleh diet
yang tak tepat atau tak cukup.(WHO,2003)
g.
Kelembaban
Udara Dalam Rumah Dengan Kejadian TB Paru
Kelembaban
udara adalah prosentase jumlah kandungan air dalam udara (Depkes RI, 2005).
Kelembaban terdiri dari 2 jenis, yaitu 1) Kelembaban absolut, yaitu berat uap
air perunit volume udara; 2) Kelembaban nisbi (relatif), yaitu banyaknya uap
air dalam udara pada suatu temperatur terhadap banyaknya uap air pada saat
udara jenuh dengan uap air pada temperatur tersebut. Secara umum penilaian
kelembaban dalam rumah dengan menggunakan hygrometer. Menurut indikator
pengawasan perumahan, kelembaban udara yang memenuhi syarat kesehatan dalam
rumah adalah 40-60 % dan kelembaban udara yang tidak memenuhi syarat kesehatan
adalah < 40 % atau > 60 % (Depkes RI, 2005).
Rumah
yang tidak memiliki kelembaban yang memenuhi syarat kesehatan akan membawa
pengaruh bagi penghuninya. Rumah yang lembab merupakan media yang baik bagi
pertumbuhan mikroorganisme, antara lain bakteri, spiroket, ricketsia dan virus.
Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara. Selain itu
kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan membran mukosa hidung menjadi kering
sehingga kurang efektif dalam menghadang mikroorganisme. Resiko terjadinya
Tuberkulosis Paru adalah umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan,
kebiasaan merokok dan kepadatan hunian rumah).
E.
Kerangka
Teori
Gambar 2.1
Kerangka Teori
HOST
1. Umur
2. Jenis
Kelamin
3. Tingkat
Pendidikan
4. Pekerjaan
5. Kebiasaan
Merokok
|
Kejadian
TB Paru
|
AGENT
1. Mycobacterium
Tuberculosis
2. HIV/AIDS
3. Daya
Tahan Tubuh Rendah
4. Vaksinasi
5. Malnutrisi
|
ENVIRONMENT
1. Kelembaban
2. Kepadatan
Penduduk
3. Kemiskinan
|
Sumber : Depkes RI (2008), Notoatmodjo (2003)
BAB III
KERANGKA KONSEP
A.
Kerangka Konsep
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah
di kemukaan pada Bab 11, yang menyatakan bahwa kualitas kelembaban udara dalam
rumah sangat mempengaruhi timbulnya kejadian TB Paru BTA Positif. Oleh sebab itu, berdasarkan
teori tersebut dan disesuaikan dengan tujuan penelitian serta kemampuan
penulis, maka di susun kerangka konsep penelitian sebagai berikut:
Gambar 3.1
Kerangka Konsep
Penelitian
Variabel Independen Variabel Dependen
Kelembaban
udara dalam rumah
|
Kejadian
TB Paru
|
B.
Definisi
Operasional
No
|
Variabel
|
Definisi
Operasional
|
Alat Ukur dan
Cara Ukur
|
Hasil Ukur
|
Skala Ukur
|
1
|
Variabel Dependen
Kejadian TB Paru
|
Seseorang yang menderita penyakit infeksi jaringan paru yang di
sebabkan kuman mycobacterium
tuberculosis
|
Hasil dari diagnosa puskesmas yang di buktian dari diberikannya
obat anti TB Paru (OAT)
|
0.
Penderita, bila ditegakan diagnosa oleh puskesmas dan hendak
diberikan obat anti Tb paru (OAT)
1.
Bukan penderita, bila tidak ditegakan diagnosa
oleh puskesmas tidak diberikan obat anti Tb paru (OAT)
|
Ordinal
|
2
|
Variabel Independen
Kelembaban Udara Rumah
|
prosentase jumlah kandungan air dalam
udara (Depkes RI, 2005)
|
Hygrometer
untuk mengukur kelembaban ruang tidur
|
0.
Lembab jika, kelembaban udara dalam ruang tidur
> 60%
1.
Tidak lembab jika, kelembaban udara dalam ruang
tidur ≤ 60%
|
Ordinal
|
C.
Hipotesis
Ha Ada
hubungan antara kelembaban udara rumah dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja
Puskesmas Pagadungan Kabupaten Pandeglang Tahun 2012.
Ho Tidak ada hubungan antara kelembaban udara rumah
dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pagadungan Kabupaten
Pandeglang Tahun 2012.
BAB
1V
METODE
PENELITIAN
A.
Desain
Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional yaitu suatu penelitian
untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek,
dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu
saat (point time approach).
(Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini variabel independen yaitu kelembaban
udara dalam rumah dan variabel dependen yaitu kejadian TB Paru dan diamati
secara bersamaan.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi Penelitian
mengenai hubungan antara kelembaban dalam rumah dengan kejadian TB Paru di wilayah
kerja Puskesmas Pagadungan Kabupaten Pandeglang. Waktu penelitian dilakukan
pada bulan Juli dan Agustus 2012.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai
kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2003). Dalam penelitian ini, yang menjadi
populasi berdasakan data sekunder adalah jumlah kepala keluarga sebanyak 6.115 KK.
2. Sampel
Sampel
adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin
mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana,
tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari
populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan
diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus
betul-betul representatif (mewakili).
(Sugiyono, 2003).
Menurut Ariawan (2005).
Besar sampel diperoleh berdasarkan rumus besar sampel untuk survei sampel yaitu
berdasarkan pengambilan sampel acak sederhana dan sistematik, sebagai berikut :
Rumus :
Z2 1 - α/2 P( 1 – P ) N
d2 ( N – 1 ) + Z2
1 – α/2 P ( 1 – P )
ket
:
Z2
– α/2 : derajat kepercayan (
95%, nilainya = 1,96 )
N : populasi yaitu 6.115 KK
P : proporsi penderita TB Paru ( jika tidak
diketahui 50% =
0,5 )
d :
presisi ( ketepatan = 0-10% )
1,96 . 0,5 ( 1 – 0,5 ) 6115
(0,1)2(6115
– 1 ) + 1,96 . 0,5 ( 1 – 0,5 )
= 6115
61,14
= 100,016=100 sampel
Jadi Jumlah sampel minimal untuk penelitin ini
adalah 100 Kepala Keluarga. Sedangkan
teknik pengambilan sampel peneliti menggunakan teknik simple random sampling ( acak sederhana ).
Dimana dari 100 KK diambil berdasarkan unit geografis yaitu semua Wilayah Kerja
Puskesmas Pagadungan Kabupaten Pandeglang.
a.
Teknik
Sampling
Teknik pengambilan sampel disebut
sampling. Prinsip sampling adalah representativitas. Dari hasil survey ke
Wilayah Kerja Puskesmas Pagadungan ternyata ada 4 Kelurahan. Untuk pengambilan
sampel maka akan diambil seluruh kelurahan wilayah kerja puskesmas pagadungan tersebut.
Teknik sampling dalam penelitian ini menggunakan Proportional Random Sampling. (Ariawan, 2005).
Dengan menggunakan rumus:
nh = Nh n Keterangan:
N
nh =
besar sampel untuk stratum h
Nh = jumlah elemen (populasi) di masing-
Masing KK pada stratum h
n = jumlah sampel minimum
N = jumlah elemen keseluruhan ( populasi
total)
Tabel 4.1
Distribusi pengambilan
sampel berdasarkan proporsi Kelurahan di
Wilayah Kerja Puskesmas Pagadungan Kabupaten Pandeglang Tahun 2012
No
|
Kelurahan
|
Jumlah
RW
|
Jumlah
KK
|
Proporsi
|
1
|
Pagadungan
|
6
|
1256
|
1256 / 6115 × 100 = 20,5 ~ 21
|
2
|
Cigadung
|
14
|
2134
|
2134 / 6115 × 100 = 34,8 ~ 35
|
3
|
Kadumerak
|
7
|
1437
|
1437 / 6115 × 100 = 23,4 ~ 23
|
4
|
Juhut
|
6
|
1288
|
1288 / 6115 × 100 = 21,0 ~ 21
|
Jumlah
|
33
|
6115
|
100
|
Berdasarkan tabel di
atas, Kelurahan Pagadungan sampel yang diambil sebanyak 21 KK, untuk Kelurahan
Cigadung sampel yang diambil sebanyak 35 KK, untuk Kelurahan Kadumerak sampel
yang diambil sebanyak 23 KK, untuk Kelurahan Juhut sampel diambil sebanyak 21 KK.
Maka, jumlah keseluruhan sampel adalah 100 KK. Cara pengambilan sampel
dilakukan dengan metode simple Random
Sampling dimana semua kepala keluarga dapat terpilih sebagai sampel.
D. Teknik
Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data
yang dilakukan dengan menggunakan :
1. Data
Primer
a. Kuesioner:
Yaitu beberapa pertanyaan yang di buat oleh peneliti, dan diisi oleh responden
di tempat penelitian dan kemudian diolah oleh peneliti dengan menggunakan
formulir checklist.
b. Wawancara
(interview): Wawancara dalam istilah
lain dikenal dengan interview. Wawancara merupakan suatu metode pengumpulan berita,
data, atau fakta di lapangan. Prosesnya bisa dilakukan secara langsung dengan
bertatap muka langsung (face to face) dengan
narasumber atau responden.
2.
Data
Sekunder
Data Sekunder diperlukan untuk mendapatkan
gambaran umum mengenai lokasi, dan hal-hal yang berkaitan dengan penelitian di
Puskesmas Pagadungan Kabupaten Pandeglang.
E. Teknik
Pengolahan Data
Data
yang diperoleh dari penelitian ini akan diolah dengan perhitungan statistik,
kemudian disusun dalam bentuk tabel yang
telah dipersiapkan sesuai dengan tujuan penelitian, dengan tahapan pengolahan
data adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan
data (Editing Data)
Sebelum
dilakukan analisa data, terlebih dahulu dilakukan yaitu editing data yaitu kejelasan, kelengkapan dan kesesuaian
data dengan kuesioner yang telah diisi oleh
responden.
2.
Pemberian kode (Coding Data)
Pada
tahapan ini dilakukan pemberian kode pada jawaban pertanyaan dalam kuesioner
kegunaan coding adalah pada saat
analisa data juga mempercepat pada saat entri data.
3.
Memasukan Data (Entry Data)
Memproses
data agar dapat dianalisa pengolahan data, cara memasukkan data kuesioner dalam
program statistik ke program komputer.
4.
Pembersihan Data (Cleaning)
Kegiatan
pengecekan kembali data yang sudah dientry apakah ada kesalahan atau tidak.
Setelah data benar lalu dilakukan analisa untuk mendapatkan informasi dari data
yang diperoleh.
F.
Analisa Data
Analisa data yang penulis lakukan adalah untuk
menguji hipotesis, yaitu:
1. Analisa
Univariat
Analisa Univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskriptifkan
karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisis univariat
menghasilkan distribusi frekuensi dan persentasi dari semua variabel.
(Notoatmodjo, 2010)
2. Analisa
Bivariat
Apabila telah dilakukan analisis univariat tersebut
diatas, hasilnya akan diketahui karakteristik atau distribusi setiap variabel,
dan dapat dilanjutkan analisis bivariat. Analisis bivariat yang dilakukan
terhadap dua variabel yang di duga berhubungan atau korelasi. (Notoatmodjo,
2010). Dalam analisis ini dilakukan dengan pengujian statistik menggunakan uji
Kai Kuadrat (Chi Square test), dengan
batas kemaknaan α (alpha) = 5% dan dengan tingkat kepercayaan 95%,
dengan ketentuan :
a.
P value ≤ 0,05 HO ditolak, maka hubungan kedua variabel
signifikan
b.
P value > 0,05 HO gagal ditolak, maka
hubungan kedua variabel tidak signifikan (Sarwono.2006)