Kamis, 11 April 2013

contoh skripsi kesehatan masyarakat


BAB 1
PENDAHULUAN


A.  Latar Belakang
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis (TBC). Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Kuman TBC ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut juga sebagai basil tahan asam (BTA). Kuman TBC cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman, tertidur lama selama bebrapa tahun. (Depkes RI, 2002)
Di Indonesia merupakan penyakit urutan ke lima di dunia (India, Cina, Afrika selatan, Nigeria dan Indonesia). Berdasarkan Global Report  TB tahun 2010, prevalensi kasus penderita TB Paru di Indonesia secara nasional pada tahun 2010 adalah sebesar 285 per 100.000 penduduk, angka kematian TB telah turun menjadi 27 per 100.000 penduduk. (Kepmenkes RI, 2011)
Pada tahun 2009 penemuan di Provinsi Banten penderita TB Paru BTA positif  mencapai 6.650 kasus dan diobati sebanyak 6.755 kasus serta penderita TB paru yang sembuh sebanyak 6.371 kasus. Di Provinsi Banten Jumlah penemuan Penderita TB Paru BTA positif pada tahun 2010 mencapai 8.466 kasus dan diobati sebanyak 9.779 kasus serta penderita TB paru yang sembuh 6.903 kasus.(Dinkes Provinsi Banten, 2010)
Di Kota Pandeglang sendiri pada tahun 2010 perkiraan 1.242 kasus total penderita TBC yang diobati tahun 2010 sebanyak 1.119 jiwa, persentase kesembuhan sebesar 92,41%, meninggal 1.22% atau kasus TBC yang meninggal sebanyak 6 jiwa. Cakupan penemuan pasien baru TB BTA positif sebanyak 947 kasus capaian 76% (Dinkes pandeglang 2010). Sedangkan di Puskesmas Pagadungan pada tahun 2011 sebanyak 39 kasus sedangkan periode januari-Maret 2012 adalah sebanyak 8 kasus.(Data Puskesmas Pagadungan 2011)
Faktor resiko yang dapat menimbulkan penyakit tuberkulosis adalah faktor daya tahan tubuh yang rendah, vaksinasi, kemiskinan, kepadatan penduduk, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi. Tuberkulosis terutama banyak terjadi di populasi yang mengalami stress, nutrisi jelek, penuh sesak, ventilasi rumah yang tidak bersih, perawatan kesehatan yang tidak cukup dan perpindahan tempat. Genetik berperan kecil, tetapi faktor-faktor lingkungan berperan besar pada insidensi kejadian tuberkulosis. Cara penularan yang menjadi sumber penularan yang menjadi sumber penularan adalah pasien TB BTA positif, pada waktu batuk atau bersin. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut (Depkes RI, 2008)
Lingkungan merupakan hal yang tidak terpisahkan dari aktivitas kehidupan manusia. Lingkungan, baik secara fisik maupun biologis, sangat berperan dalam proses terjadinya gangguan kesehatan masyarakat, termasuk gangguan kesehatan berupa penyakit tuberkulosis (Notoatmodjo, 2003). Oleh karena itu kesehatan sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, baik secara fisik, biologis, maupun social. Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh besar terhadap status kesehatan penghuninya.
Penyakit menular merupakan hasil perpaduan berbagai faktor yang saling mempengaruhi. Faktor tersebut yaitu Lingkungan (Environment), Penyakit (Agent), dan Pejamu (Host). Ketiga faktor penting ini disebut segitiga epidemiologi (Epidemiological Triangle). Hubungan ketiga faktor tersebut digambarkan secara sederhana sebagai timbangan, yaitu agent penyakit pada satu sisi dan pejamu pada sis yang lain dengan lingkungan  sebagai penumpunya. (Widoyono, 2008)
Berdasarkan latar belakang tersebut, mengingat pentingnya kelembaban udara yang menjadi faktor resiko terjadinya penyakit TB Paru. Maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan antara kelembaban dalam rumah dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pagadungan Pandeglang Kabupaten Pandeglang Tahun 2012.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas bahwa pada Tahun 2011 masih tinggi angka kejadian TB Paru khususnya di wilayah kerja Puskesmas Pagadungan Kabupaten Pandeglang, diduga berkaitan dengan kelembaban udara dalam rumah yang beresiko tinggi.
Dari latar belakang tersebut, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sejauh mana hubungan antara kelembaban udara dalam rumah dengan kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Pagadungan Kabupaten Pandeglang Tahun 2012.
C.    Tujuan Penelitian
1.      Tujuan Umum
Diketahuinya hubungan antara kelembaban udara dalam rumah dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pagadungan kabupaten Pandeglang Tahun 2012.
2.      Tujuan Khusus
a.       Diketahuinya distribusi frekuensi kelembaban udara dalam rumah di wilayah kerja Puskesmas Pagadungan Kabupaten Pandeglang Tahun 2012.
b.      Diketahuinya distribusi frekuensi  kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pagadungan Kabupaten Pandeglang Tahun 2012.
c.       Diketahuinya hubungan kelembaban udara dalam rumah dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pagadungan Kabupaten Pandeglang Tahun 2012.

D.    Manfaat Penelitian
1.      Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKes Faletehan
Skripsi dapat dijadikan referensi untuk bahan masukan kesehatan lingkungan dan dapat di pertimbangkan terutama dalam upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit TB Paru. Menambah judul bacaan serta ilmu pengetahuan khususnya tentang penyakit TB Paru.
2.      Bagi Puskesmas Pagadungan Kabupaten Pandeglang
Hasil penelitian dapat menjadi masukan bagi puskesmas untuk membuat kebijakan dalam hal penanggulangan TB Paru melalui kelembaban udara dalam rumah sehingga dapat menurunkan angka kesakitan TB Paru.
3.      Bagi Peneliti
Menerapakan ilmu yang diperoleh selama dibangku kuliah dan menambah wawasan ilmu, pengetahuan serta pengalaman agar dapat mengaplikasikan semua ilmu yang telah didapat selama ini yang berhubungan antara kelembaban udara dalam rumah dengan resiko kejadian TB Paru.
E.     Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kelembaban udara dalam rumah dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pagadungan Kabupaten Pandeglang. Dengan melakukan pengambilan data sekunder yang berasal dari puskesmas pagadungan, dan pengambilan data primer melalui observasi dan kuesioner di Wilayah Kerja Puskesmas Pagadungan pada Juli dan Agustus 2012. Jenis metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan menggunakan pendekatan Croos Sectional.
BAB 11
TINJAUAN PUSTAKA


A.    Kesehatan Masyarakat
1.      Pengertian Kesehatan Masyarakat

Kesehatan Masyarakat adalah Ilmu dan Seni mencegah penyakit, memperpanjang hidup dan meningkatkan kesehatan melalui usaha-usaha pengorganisasian masyarakat untuk perbaikan sanitasi lingkungan, dan sebagainya (Winslow, 1920)

Kesehatan Masyarakat adalah Ilmu dan Seni dalam mencegah penyakit (preventive), menyampaikan informasi-informasi kesehatan (promotion) dan juga mengubah perilaku masyarakat dalam upaya akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat akan ditemui masalah-masalah kesehatan secara langsung maupun tidak langsung yang mempengaruhi kesehatan manusia (Soekidjo Notoatmodjo, 2007)

Kesehatan Masyarakat adalah Ilmu dan Seni untuk mencegah penyakit, memperpanjang hidup, dan  meningkatkan kesehatan dan efisiensi melalui upaya masyarakat yang terorganisasi untuk :
1.      Perbaikan sanitasi lingkungan
2.      Pemberantasan penyakit-penyakit menular
3.      Pendidikan untuk kebersihan perorangan
4.      pengorganisasian pelayanan-pelayanan medis dan keperawatan untuk diagnosis dini dan pengobatan
5.      pengembangan rekayasa sosial untuk menjamin setiap orang terpenuhi kebutuhan hidup yang layak dalam memelihara kesehatannya.
2.      Aspek Kesehatan Masyarakat
1.                  Epidemiologi
2.                  Biostatistik/Statistik Kesehatan
3.                  Kesehatan Lingkungan
4.                  Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku
5.                  Administrasi kesehatan Masyarakat
6.                  Gizi Masyarakat
7.                  Kesehatan Kerja
8.                  Kesehatan Reproduksi
(Soekidjo Notoatmodjo, 2007)

B.     Konsep Kesehatan Lingkungaan

Ilmu kesehatan lingkungan adalah ilmu multidisipliner yang mempelajari dinamika hubungan interaktif antara sekelompok manusia atau masyarakat dengan berbagai perubahan komponen lingkungan hidup manusia yang diduga dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada masyarakat dan mempelajari upaya untuk penanggulangan dan pencegahannya. (Candra Budiman, 2007)
1.      Ilmu Sanitasi Lingkungan
Ilmu sanitasi lingkungan adalah bagian dari ilmu kesehatan lingkungan yang meliputi cara dan usaha individu atau masyarakat untuk mengontrol dan mengendalikan lingkungan hidup eksternal yang berbahaya bagi kesehatan serta yang dapat mengancam kelangsungan hidup manusia.
2.      Tujuan dan Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan
Tujuan dan ruang lingkup kesehatan lingkungan dapat dibagi menjadi dua, secara umum dan secara khusus. Tujuan dan ruang lingkup secara umum, antara lain:
a.       Melakukan koreksi atau perbaikan terhadap segala bahaya dan ancaman pada kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia.
b.      Melakukan usaha pencegahan dengan cara mengatur sumber-sumber lingkungan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia.
c.       Melakukan kerjasama dan menerapkan program terpadu di antara masyarakat dan institusi pemerintah serta lembaga nonpemerintah dalam menghadapi bencana alam atau wabah penyakit menular.
Adapun tujuan dan ruang lingkup secara khusus meliputi usaha-usaha perbaikan atau pengendalian terhadap lingkungan hidup manusia, yang diantaranya berupa:
1)      Penyediaan air bersih yang cukup dan memenuhi persyaratan kesehatan.
2)      Makanan dan minuman yang diproduksi dalam skala besar dan dikonsumsi secara luas oleh masyarakat.
3)      Pencemaran udara akibat sisa pembakaran BBM, batubara, kebakaran hutan, dan gas beracun yang berbahaya bagi kesehatan dan makhluk hidup lain dan menjadi penyebab terjadinya perubahan ekosistem.
4)      Limbah cair dan padat yang berasal dari rumah tangga, pertanian, peternakan, industri, rumah sakit, dan lain-lain.
5)      Control terhadap arthropoda dan rodent yang menjadi vector penyakit dan cara memutuskan rantai penularan penyakitnya.
6)      Perumahan dan bangunan yang layak huni dan memenuhi syarat kesehatan.
7)      Kebisingan, radiasi dan kesehatan kerja.
8)      Survey sanitasi untuk perencanaan, pemantauan, dan evaluasi program kesehatan lingkungan.

C.    Rumah Sehat
1.      Pengertian Rumah Sehat
Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga.
Rumah sehat adalah tempat untuk berlindung atau bernaung dan tempat untuk beristirahat sehingga menumbuhkan kehidupan baik fisik, rohani maupun sosial (Kepmenkes No.829 tahun1999).
Untuk menciptakan rumah sehat maka diperlukan perhatian terhadap beberapa aspek yang sangat berpengaruh, antara lain: 
a.       Sirkulasi udara yang baik
b.       Penerangan yang cukup
c.        Air bersih terpenuhi
d.       Pembuangan air limbah diatur dengan baik agar tidak menimbulkan   pencemaran
e.        Bagian-bagian ruang seperti lantai dan dinding tidak lembab serta tidak terpengaruh pencemaran seperti bau, rembesan air kotor maupun udara kotor.
2.      Syarat Rumah Sehat
a.       Tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti bantaran sungai, aliran lahar, gelombang tsunami, longsor dan sebagainya
b.      Tidak terletak pada daerah bekas tempat pembuangan akhir sampah dan bekas pertambangan
c.       Tidak terletak pada daerah rawan kecelakaan dan daerah kebakaran seperti jalur pendaratan penerbangan.
3.      Kriteria Rumah Sehat
a.       Kering
Rumah dikondisikan dengan membangun sistem bangunan yang dikonstruksi dengan lingkungan dalam ruangan yang terkontrol. Bisa dilakukan dengan menjaga agar sistem saluran air, saluran pembuangan terjaga dengan baik. Begitu pun masalah perembesan dan kebocoran rumah, hendaknya diatur agar tidak terjadi.
b.      Bersih
Sistem bangunan yang dimiliki memungkinkan agar rumah bebas kotoran, debu, asap serta kontaminan lainnya. Rumah yang berada di dekat jalan raya jelas berbeda penangannya dengan rumah yang ada di komplek  spersawahan.
c.       Aman
Rumah hendaknya dibangun dengan bentuk, fungsi, dan peralatan yang aman bagi penghuni. Konsep ergonomis di setiap piranti hendaknya juga dipikirkan dengan matang. Sisi keamanan adalah faktor yang penting, demi menghindari terjadinya kecelakaan di dalam maupun di sekitar rumah.
d.      Bebas Kontaminasi
Gunakan cat rumah dan produk-produk bangunan yang aman dan tidak mengganggu kesehatan. Jauhi penggunaan formaldehida untuk meminimalisir kontaminasi anggota keluarga.
e.      Memiliki Ventilasi
Ventilasi berfungsi untuk memperlancar pertukaran udara segar. Standardnya harus ada di setiap ruangan.
f.        Bebas dari hewan pengganggu
Penghuni hendaknya menjaga agar setiap sudut rumah bebas dari hewan pengganggu seperti tikus, kecoa, cicak, dan lain-lain. Hewan-hewan ini selalu berusaha untuk mencari makanan dan sarang di dalam rumah sehingga ada harus benar-benar ekstra bekerja keras untuk mengenyahkannya.
g.       Terawat
Rumah yang sehat adalah rumah yang setiap elemennya terawat dan terpelihara dengan baik. Para penghuni rumah hendaknya mengatur jadwal khusus untuk saling berbagi tugas melakukan tugas ini demi kepentingan bersama.








4.      Persyaratan Lingkungan Rumah Sehat
Menurut Winslow dan APHA (American Public Health Association), 1992 lingkungan rumah yang sehat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.       Suhu ruangan, yaitu dalam pembuatan rumah harus diusahakan agar kontruksinya sedemikian rupa sehingga suhu ruangan tidak berubah banyak dan agar kelembaban udara dapat dijaga jangan sampai terlalu tinngi dan terlalu rendah. Untuk ini harus diusahakan agar perbedaan suhu antara dinding, lantai, atap, dan permukaan jendela tidak terlalu banyak.
b.      Harus cukup mendapatkan pencahayaan baik siang maupun malam. Suatu ruangan mendapat penerangan pagi dan siang hari yang cukup yaitu jika luas ventilasi 10% dari jumlah luas lantai.
c.       Ruangan harus segar dan tidak berbau, untuk ini diperlukan ventilasi yang cukup untuk proses pergantian udara.
d.      Harus cukup isolasi suara sehingga tenang dan tidak terganggu oleh suara-suara yang berasal dari dalam mupun dari luar rumah.
e.       Harus ada variasi ruangan, misalnya ruangan untuk anak-anak bermain, ruang makan, ruang tidur, dll.
f.       Jumlah kamar tidur dan pengaturannya disesuikan dengan umur dan jenis kelaminnya. Ukuran ruang tidur anak yang berumur kurang dari lima tahun 4,5 m3, artinya dalam satu ruangan anak yang berumur lima tahun ke bawah diberi kebebasan menggunakan volume ruangan 4,5 m3 ( 1,5 × 1 × 3 m3 ) dan diatas lima tahun menggunakan ruangan 9 m3 ( 3×1×3 m3 ). 

D.    Tuberkulosi
1.   Definisi
Penyakit TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh mycobakterium tuberculosis. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainya (Depkes RI, 2002).
Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh kuman/bakteri Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini pada umumnya menyerang paru - paru dan sebagian lagi dapat menyerang di luar paru - paru, seperti kelenjar getah bening (kelenjar), kulit, usus/saluran pencernaan, selaput otak, dan sebagianya (Laban, 2008).

TB Paru adalah suatu penyakit menular yang sebagian besar disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Kuman tersebut masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara pernafasan ke dalam paru, kemudian kuman tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lain melalui sistem peredaran darah, system saluran limfa, melalui saluran pernafasan atau penyebaran langsung ke bagian tubuh lainnya.(Notoadmodjo 2007)

2.      Etiologi
Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um.
Menurut Heinz (1993) dikutip dari Ikue dkk (2007) penyebab terjadinya penyakit tuberkulosis adalah basil tuberkulosis yang termasuk dalam genus Mycobacterium suatu anggota dari famili Mycobacteriaceaedan termasuk dalam ordo Actinomycetalis  Mycobacterium tuberculosa menyebabkan sejumlah penyakit berat pada manusia dan penyebab terjadinya infeksi tersering. Masih terdapat Mycobacterium patogen lainnya, misalnya Mycobacterium leprae, Mycobacteriumpara tuberkulosis dan Mycobacterium yang dianggap sebagai Mycobacterium non tuberculosis atau tidak dapat terklasifikasikan.
Mycobacterium tuberkulosis adalah kuman berbentuk batang, yang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, sehingga disebut pula basil tahan asam (BTA). Kuman TBC cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant atau tertidur lama selama beberapa tahun (Depkes RI, 2002).

3.      Gejala Tuberkulosis Paru
Orang-orang yang terkena serangan penyakit ini tubuhnya mudah lelah tanpa alas an, berat badan makin menurun serta kurang cerna, lama kelamaan akan timbul demam ringan, kebanyakan diwaktu sore hari, dan sering berkeringat diwaktu malam. Tanda yang utama adalah batuk selalu keras serta kemungkinan bertambahnya riak, kadang-kadang dahak ini bercampur dengan garis-garis merah karena bercampur dengan darah. (Wahyusi, 2000:41)
Gejala utama:
-          Batuk terus menerus dan berdahak Selama 3 (tiga) minggu atau lebih gejala tambahan, yang sering terjadi:
-          Dahak bercampur darah
-          Batuk darah
-          Sesak nafas dan nyeri dada
-          Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam, meriang lebih dari sebulan. (Depkes RI, 2006:13)

4.      Patogenesis/Patologi
a.      Tuberkulosis Primer
Penularan Tuberculosis Paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclai dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultra violet, ventilasi yang baik dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan.
Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Bila kuman menetap dijaringan paru, ia bertumbuh dan berkembangbiak dalam sitoplasma makrofag. Disini ia akan masuk terbawa kedalam tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru-paru akan membentuk sarang Tuberculosis Pnomunia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini terjadi di bagian mana saja jaringan paru.
Dari sarang primer ini akan timbu peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (lifangitis regional). Sarang primer+Limfangitis local+limfangitis regional = Kopleks Primer
Kompleks Primer ini selanjutnya dapat menjadi :
1)      Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat
2)      Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotic, kalsifikasi di hilus atau kompleks (sarang) ghon.
a)      Berkomplikasi dan menyebar secara :
-          Per kontinuitatum yakni menyebar kesekitarnya
-          Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun pada paru yang disebelahnya. Dapat juga kuman tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus.
-          Secara limfogen, keorgan tubuh lainnya
-          Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya
-          Semua kejadian diatas tergolong dalam perjalanan Tuberculosis Primer.
b.      Tuberkulosis Post-Primer
Kuman yang dormant pada tuberculosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberculosis dewasa (Tuberkulosis Post-Primer). Tuberculosis Post-Primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di region atas paru-paru.
Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-4 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya dan imunitas penderita, sarang dini ini dapat menjadi :
1)      Direpsorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
2)      Sarang yang mula-mula meluas, tapi segera menyembuh dengan sebukan jaringan fibrosis
3)      Sarang dini yang meluas dimana granuloma berkembang menghancurkan jaringan sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis dan menjadi lembek membentuk jaringan keju, bila jaringan keju ini dibatukkan keluar akan terjadilah “Kevitas” Kevitas dapat :
a)      Meluas kembali dan menimbulkan serangan pneumonia baru. Sarang ini kemudian mengikuti perjalanannya.
b)      Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberculosis. Tuberkuloma ini dapat mengapur dan menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair dan jadi kavitas lagi.
c)      Bersih dan menyembuh, disebut Open healed cavity. Dapat juga menyembuh dengan membungkus diri dan menjadi kecil. Kadang-kadang berakhir dengan kavitas yang terbungkus, menciut dan berbentuk seperti bintang, disebut Stellate shaped.
`                                   Secara keseluruhan akan terdapat 3 macam sarang, yakni:
-          Sarang yang sudah sembuh. Sarang bentuk ini tidak perlu pengobatan lagi.
-          Sarang Aktif Eksudatif. Sarang bentuk ini perlu pengobatan yang lengkap dan sempurna.
-          Sarang yang berada antara aktif dan Sembuh. Sarang bentuk ini dapat sembuh sepontan, tapi mengingat kemungkinan terjadinya eksaserbasi kembali, sebaiknya diberi pengobatan yang sempurna juga.

5.      Klasifikasi Tuberkulosis Paru
a.      Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru).
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC Paru dibagi dalam :
1)      Tuberkulosis Paru BTA Positif
-          Sekurang – kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasil BTA positif.
-          1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menunjukan gambaran tuberkulosis aktif.
2)      Tuberkulosis Paru BTA Negatif
Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto rontgen dada menunjukan gambaran tuberkulosis aktif.
TBC Paru BTA Negatif Rontgen positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto rontgen dada memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “ far advanced” atau milier), dan/atau keadaan umum penderita buruk.

b.      Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain – lain. TBC ekstra paru dibagi berdasarkan pada  tingkat keparahan penyakitnya, yaitu :
1)      TBC Ekstra Paru ringan
Misalnya : TBC kelenjar limphe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
2)       TBC Ekstra Paru Berat
Misalnya : meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa duplex, TBC tulang belakang, TBC usus, TBC saluran kencing dan alat kelamin.

6.      Tipe Penderita

Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita, yaitu:
a.      Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).
b.      Kambuh ( Relaps)
Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
c.       Pindahan
Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan/ pindah.
d.      Setelah lalai pengobatan (pengobatan setelah default/drop-out)
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umunya penderita tersebut kembali dengan hasil pemriksaan dahak BTA positif.
e.       Gagal
Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke 5 ( satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau lebih.
f.       Kasus Kronis
Adalah penderita dengan hasil peeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2.

7.      Gejala-Gejala Klinis
Keluhan yang dirasakan penderita tuberculosis dapat bermacam-macam atau malah tanpa keluhan sama sekali. Keluhan yang terbanyak adalah :
a.      Demam
Biasanya subfebris, menyerupai demam influenza. Tapi kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat sembuh kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini, sehingga penderita tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini di pengaruhi daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.

b.      Batuk
Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang kelua. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk telah ada setelah penyakit berkembang di jaringan paru yang telah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk bermula dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah batuk darah (hemaptoe) karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulois terjadi pada kavitas, tapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
c.       Sesak Nafas
Pada penyakit yang ringan baru tumbuh belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut. Dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru.
d.      Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
e.       Malaise
Penyakit Tuberkulosis merupakan radang yang menahun. Gejala maleise sering ditemukan berupa : anoreksia, tidak ada nafsu makan, Berat badan menurun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam dll.Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

8.      Cara Penularan TB Paru

Sumber penularan adalah penderita TB Paru BTA Positif pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan. Setelah kuman TB masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman TB tersebut dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem sel-limfe, saluran nafas atau penyebaran langsung ke bagian-bagian lainnya. Cara batuk memegang peranan penting. Kalau batuk ditahan, hanya akan dikeluarkan sedikit basil, apalagi kalau saat batuk penderita menutup mulut dengan kertas tisu. (Depkes RI, 2002:28)

9.   Tindakan Pencegahan TB Paru

Pasien dianjurkan untuk batuk atau bersin dan mengeluarkan ludah pada tissue dan menghindari meludah di sembarang tempat, tissue tersebut tidak boleh dibuang disembarang tempat.
-          Tangan dicuci dengan menggunakan air mengalir dan sabun
-          Tindakan kontrol  infeksi sementara dengan memakai masker jangan menghentikan terapi pengobatan, makanya obat secara teratur
-          Berbicara dengan orang lain tidak berhadapan dalam jarak dekat
-          Pasien dianjurkan berjemur di bawah sinar matahari
-          Kasur pasien sebaiknya dijemur
-          Pakaian. Alat-alat makan dan alat-alat lain yang digunakan pasien sebaiknya dipisahkan dengan anggota keluarga.(Depkes RI, 2002).

10.  Pengobatan
Pengobatan tuberculosis terutama  berupa pemberian obat antimikroba dalam jangka waktu  lama. Obat-obat ini juga dapat digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit klinis pada seseorang yang sudah terjangkit infeksi. Penderita tubrekulosis dengan gejala klinis harus mendapat minimum dan obat untuk mencegah timbulnya strain yang resisten terhadap obat. Baru-baru ini CDC dan American Thoraric Society (ATS) mengeluarkan pernyataan mengenai rekomendasi kemoterapi jangka pendek bagi penderita tuberculosis dengan riwayat tuberculosis paru yang tidak diobati sebelumnya. 

11.  Paduan Obat
Dalam riwayat kemoterapi terhadap tuberculosis dulunya dipakai satu macam obat saja. Kenyataan dengan pemakaian obat tunggal ini banyak terjadi restitensi karena sebagian besar kuman tuberculosis memang dapat dibinasakan tapi sebagian kecil tidak. Kelompok resisten ini malah berkembang biak dengan leluasa. Untuk mencegah terjadinya resistensi ini, terapi tuberculosis dilakukan dengan memakai paduan obat, sedikitnya diberikan 2 macam obat yang bersifat bakterisid.
Jenis obat yang sering dipakai :
a.   Isoniazid
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari pengobatan. Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kg BB, seangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB.

b.      Rifampisin
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dormant 9 persister) yang dapat dibunuh oleh isoniasid. Dosis 10 mg/kg BB diberikan sama untuk pengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu.
c.       Pirazinamid
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB.
d.      Streptomisin
bersifat bakterisid. dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg bb sedangkan untuk pengobatan intermitan 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama. Penderita berumur sampai 60 tahun dosisnya 0,75 gr/hari, sedangkan untuk berumur 60 tahun atau lebuih diberikan 0,50 gr/hari.

e.       Etambuthol
Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30 mg/kg BB.

12.   Prinsip Pengobatan
Pengobatan TB Paru dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :
a.       OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Hindari penggunaan monoterapi, pemakaian OAT Kombinasi Dosis Tetap (KDT) akan lebih menguntungkan dan dianjurkan.
b.      Untuk menjamin kepatuhan pasien dalam menelan obat, pengobatan dilakukan dengan pengawasan langsung  (DOT = Directhly Observed Treatment) oleh seorang Pengawasan Menelan Obat (POM).
c.       Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal dan lanjutan.
1)      Tahap intensif/awal
a)      Pada tahap awal (intensif) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap obat.
b)      Bila tahap awal (intensif) tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
c)      Sebagaian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 minggu.
2)      Tahap lanjutan
a)      Pada tahap lanjutan pasien untuk membunuh kuman persiter sehinnga mencegah terjadinya kekambuhan.

13.  Pengawasan Menelan Obat (PMO)
Tugas PMO, Adalah:
a.       Mengawasi penderita tuberculosis agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan
b.      Memberi dorongan kepada penderita agar mau berobat secara teratur
c.       Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada waktu-waktu yang telah ditentukan
d.      Memberi penyuluhan pada anggota keluarga penderita tuberkulosis yang mempunyai gejala-gejala tersangka tuberkulosis untuk segera memeriksa ke unit pelayanan kesehatan.

14.  Faktor Resiko Penyakit TB Paru
Faktor resiko yang dapat menimbulkan penyakit tuberkulosis yaitu:
a.       Daya Tahan Tubuh yang rendah
adalah Pola hidup yang tidak benar  Istirahat tidak cukup dan olah raga yang tidak teratur Pola makan yang tidak sehat Makanan-makanan cepat saji yang tidak mencukup inutrisi yang kita butuhkan Lingkungan yang tidak sehat Polusi dan radiasi.(Boedina kresno,2001)

b.      Vaksinasi
adalah pemberian vaksin kedalam tubuh seseorang untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit tesebut. (http://id.wikipedia.org/wiki/Vaksinasi) di unduh pada tanggal 12 Juni 2012
c.       Kemiskinan
adalah satu keadaan di mana seseorang itu kekurangan bahan-bahan keperluan hidup. Dalam masyarakat modern, kemisikinan biasanya disamai dengan masalah kekurangan uang.
( http://id.wikipedia.org/wiki/Kemiskinan) di unduh pada tanggal 12 Juni 2012
d.      Kepadatan penduduk
 adalah Jumlah penduduk di suatu daerah atau negara mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Perubahan ini disebut dinamika penduduk. Perubahan penduduk ini meliputi kelahiran, kematian, dan migrasi. Sedangkan, jumlah penduduk yang meningkat dari tahun ke tahun disebut pertumbuhan penduduk.
e.       HIV/AIDS
adalah suatu penyakit yang sangat berbahaya karena mempunyai Case Fatality Rate 100% dalam lima tahun. (Adisasmito,2008)
f.       Malnutrisi
adalah suatu istilah umum yang merujuk pada kondisi medis yang disebabkan oleh diet yang tak tepat atau tak cukup.(WHO,2003)
g.      Kelembaban Udara Dalam Rumah Dengan Kejadian TB Paru
Kelembaban udara adalah prosentase jumlah kandungan air dalam udara (Depkes RI, 2005). Kelembaban terdiri dari 2 jenis, yaitu 1) Kelembaban absolut, yaitu berat uap air perunit volume udara; 2) Kelembaban nisbi (relatif), yaitu banyaknya uap air dalam udara pada suatu temperatur terhadap banyaknya uap air pada saat udara jenuh dengan uap air pada temperatur tersebut. Secara umum penilaian kelembaban dalam rumah dengan menggunakan hygrometer. Menurut indikator pengawasan perumahan, kelembaban udara yang memenuhi syarat kesehatan dalam rumah adalah 40-60 % dan kelembaban udara yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah < 40 % atau > 60 % (Depkes RI, 2005).

Rumah yang tidak memiliki kelembaban yang memenuhi syarat kesehatan akan membawa pengaruh bagi penghuninya. Rumah yang lembab merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme, antara lain bakteri, spiroket, ricketsia dan virus. Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara. Selain itu kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan membran mukosa hidung menjadi kering sehingga kurang efektif dalam menghadang mikroorganisme. Resiko terjadinya Tuberkulosis Paru adalah umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, kebiasaan merokok dan kepadatan hunian rumah).















E.     Kerangka Teori                                                 
Gambar 2.1
Kerangka Teori

HOST
1.      Umur
2.      Jenis Kelamin
3.      Tingkat Pendidikan
4.      Pekerjaan
5.      Kebiasaan Merokok
                                                                                  


Kejadian TB Paru
AGENT
1.      Mycobacterium Tuberculosis
2.      HIV/AIDS
3.      Daya Tahan Tubuh Rendah
4.      Vaksinasi
5.      Malnutrisi
ENVIRONMENT
1.      Kelembaban
2.      Kepadatan Penduduk
3.      Kemiskinan

 



















Sumber  : Depkes RI (2008), Notoatmodjo (2003)




BAB III
KERANGKA KONSEP


A.    Kerangka Konsep

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah di kemukaan pada Bab 11, yang menyatakan bahwa kualitas kelembaban udara dalam rumah sangat mempengaruhi timbulnya kejadian TB Paru  BTA Positif. Oleh sebab itu, berdasarkan teori tersebut dan disesuaikan dengan tujuan penelitian serta kemampuan penulis, maka di susun kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

Gambar 3.1
Kerangka Konsep Penelitian

    Variabel Independen                                              Variabel Dependen

Kelembaban udara dalam rumah
Kejadian TB Paru



 









B.     Definisi Operasional

No
Variabel
Definisi Operasional
Alat Ukur dan Cara Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
1
Variabel Dependen
Kejadian TB Paru


Seseorang yang menderita  penyakit infeksi jaringan paru yang di sebabkan kuman mycobacterium tuberculosis


Hasil dari diagnosa  puskesmas yang di buktian dari diberikannya obat anti TB Paru (OAT)


0.     Penderita, bila  ditegakan diagnosa oleh puskesmas dan hendak diberikan obat anti Tb paru (OAT)
1.     Bukan penderita, bila tidak ditegakan diagnosa oleh puskesmas tidak diberikan obat anti Tb paru (OAT)


Ordinal
2
Variabel Independen
Kelembaban Udara Rumah


prosentase jumlah kandungan air dalam udara (Depkes RI, 2005)


Hygrometer untuk mengukur kelembaban ruang tidur

0.     Lembab jika, kelembaban udara dalam ruang tidur > 60%
1.     Tidak lembab jika, kelembaban udara dalam ruang tidur ≤ 60%


Ordinal



C.    Hipotesis

Ha    Ada hubungan antara kelembaban udara rumah dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pagadungan Kabupaten Pandeglang Tahun 2012.
Ho   Tidak ada hubungan antara kelembaban udara rumah dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pagadungan Kabupaten Pandeglang Tahun 2012.




































BAB 1V
METODE PENELITIAN

A.    Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach). (Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini variabel independen yaitu kelembaban udara dalam rumah dan variabel dependen yaitu kejadian TB Paru dan diamati secara bersamaan.

B.     Lokasi dan Waktu Penelitian
1.      Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi Penelitian mengenai hubungan antara kelembaban dalam rumah dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pagadungan Kabupaten Pandeglang. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juli dan Agustus 2012.

C.    Populasi dan Sampel
1.   Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2003). Dalam penelitian ini, yang menjadi populasi berdasakan data sekunder adalah jumlah kepala keluarga sebanyak 6.115 KK.
2.      Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif (mewakili). (Sugiyono, 2003).
Menurut Ariawan (2005). Besar sampel diperoleh berdasarkan rumus besar sampel untuk survei sampel yaitu berdasarkan pengambilan sampel acak sederhana dan sistematik, sebagai berikut :
Rumus :
Z2 1 - α/2 P( 1 – P ) N
               d2 ( N – 1 ) + Z2 1 – α/2 P ( 1 – P )

ket :
Z2 – α/2           : derajat kepercayan ( 95%, nilainya = 1,96 )
N                     : populasi yaitu 6.115 KK
P                      :  proporsi penderita TB Paru ( jika tidak diketahui 50% =
  0,5 )
            d                      : presisi ( ketepatan = 0-10% )

1,96 . 0,5 ( 1 – 0,5 ) 6115
  (0,1)2(6115 – 1 ) + 1,96 . 0,5 ( 1 – 0,5 )
= 6115  
   61,14
= 100,016=100 sampel

Jadi Jumlah sampel minimal untuk penelitin ini adalah  100 Kepala Keluarga. Sedangkan teknik pengambilan sampel peneliti menggunakan teknik simple random sampling ( acak sederhana ). Dimana dari 100 KK diambil berdasarkan unit geografis yaitu semua Wilayah Kerja Puskesmas Pagadungan Kabupaten Pandeglang.
a.      Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel disebut sampling. Prinsip sampling adalah representativitas. Dari hasil survey ke Wilayah Kerja Puskesmas Pagadungan ternyata ada 4 Kelurahan. Untuk pengambilan sampel maka akan diambil seluruh kelurahan wilayah kerja puskesmas pagadungan tersebut. Teknik sampling dalam penelitian ini menggunakan Proportional Random Sampling. (Ariawan, 2005).

Dengan menggunakan rumus:

nh = Nh    n                                 Keterangan:           
              N
                                                nh  = besar sampel untuk stratum h
                                                Nh = jumlah elemen (populasi) di masing-            
                                                        Masing KK pada stratum h
                                                 n  = jumlah sampel minimum
                                                N  = jumlah elemen keseluruhan ( populasi
                                                        total)












Tabel 4.1
Distribusi pengambilan sampel berdasarkan proporsi Kelurahan  di Wilayah Kerja Puskesmas Pagadungan Kabupaten Pandeglang Tahun 2012
No
Kelurahan
Jumlah RW
Jumlah KK
Proporsi
1
Pagadungan
6
1256
1256 / 6115 × 100 = 20,5 ~ 21
2
Cigadung
14
2134
2134 / 6115 × 100 = 34,8 ~ 35
3
Kadumerak
7
1437
1437 / 6115 × 100 = 23,4 ~ 23
4
Juhut
6
1288
1288 / 6115 × 100 = 21,0 ~ 21
Jumlah
33
6115
100













Berdasarkan tabel di atas, Kelurahan Pagadungan sampel yang diambil sebanyak 21 KK, untuk Kelurahan Cigadung sampel yang diambil sebanyak 35 KK, untuk Kelurahan Kadumerak sampel yang diambil sebanyak 23 KK, untuk Kelurahan Juhut sampel diambil sebanyak 21 KK. Maka, jumlah keseluruhan sampel adalah 100 KK. Cara pengambilan sampel dilakukan dengan metode simple Random Sampling dimana semua kepala keluarga dapat terpilih sebagai sampel.

D.    Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan :
1.      Data Primer
a.       Kuesioner: Yaitu beberapa pertanyaan yang di buat oleh peneliti, dan diisi oleh responden di tempat penelitian dan kemudian diolah oleh peneliti dengan menggunakan formulir checklist.
b.      Wawancara (interview): Wawancara dalam istilah lain dikenal dengan interview. Wawancara merupakan suatu metode pengumpulan berita, data, atau fakta di lapangan. Prosesnya bisa dilakukan secara langsung dengan bertatap muka langsung (face to face) dengan narasumber atau responden.
2.      Data Sekunder
Data Sekunder diperlukan untuk mendapatkan gambaran umum mengenai lokasi, dan hal-hal yang berkaitan dengan penelitian di Puskesmas Pagadungan Kabupaten Pandeglang.

E.     Teknik Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini akan diolah dengan perhitungan statistik, kemudian  disusun dalam bentuk tabel yang telah dipersiapkan sesuai dengan tujuan penelitian, dengan tahapan pengolahan data adalah sebagai berikut:
1.       Pemeriksaan data (Editing Data)
Sebelum dilakukan analisa data, terlebih dahulu dilakukan yaitu editing data  yaitu kejelasan, kelengkapan dan kesesuaian data dengan kuesioner yang telah diisi oleh responden.

2.      Pemberian kode (Coding Data)
Pada tahapan ini dilakukan pemberian kode pada jawaban pertanyaan dalam kuesioner kegunaan coding adalah pada saat analisa data juga mempercepat pada saat entri data.
3.      Memasukan Data (Entry Data)
     Memproses data agar dapat dianalisa pengolahan data, cara memasukkan data kuesioner dalam program statistik ke program komputer.
4.      Pembersihan Data (Cleaning)
Kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dientry apakah ada kesalahan atau tidak. Setelah data benar lalu dilakukan analisa untuk mendapatkan informasi dari data yang diperoleh.

F.     Analisa Data
Analisa data yang penulis lakukan adalah untuk menguji hipotesis, yaitu:
1.      Analisa Univariat
Analisa Univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskriptifkan karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisis univariat menghasilkan distribusi frekuensi dan persentasi dari semua variabel. (Notoatmodjo, 2010)
2.      Analisa Bivariat
Apabila telah dilakukan analisis univariat tersebut diatas, hasilnya akan diketahui karakteristik atau distribusi setiap variabel, dan dapat dilanjutkan analisis bivariat. Analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang di duga berhubungan atau korelasi. (Notoatmodjo, 2010). Dalam analisis ini dilakukan dengan pengujian statistik menggunakan uji Kai Kuadrat (Chi Square test), dengan batas kemaknaan α (alpha) = 5% dan dengan tingkat kepercayaan 95%, dengan ketentuan :
a.       P value 0,05 HO ditolak, maka hubungan kedua variabel signifikan
b.      P value > 0,05 HO gagal ditolak, maka hubungan kedua variabel tidak signifikan (Sarwono.2006)