Kesehatan Masyarakat dan Kesehatan Lingkungan
Perkembangan Ilmu Kesehatan
Ilmu kesehatan berkembang atas dasar
adanya penyakit. Pemahaman masyarakat terhadap konsep penyakit akan
menentukan cara pengobatan terhadap penyakit tersebut. Kebutuhan akan
penyembuhan, menyebabkan orang-orang mencoba mengatasi penyakit dengan
mencari cara pengobatan beserta obat-obatannya.
Perkembangan pengetahuan dan keyakinan masyarakat terhadap konsep
penyakit mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Semula, orang-orang
beranggapan bahwa penyakit disebabkan oleh kekuatan gaib/kekuatan
supernatural, sehingga pengobatan yang dilakukan pun disesuaikan dengan
konsep tersebut. Para dukunlah yang dianggap mampu mengatasinya. Selain
itu, ada pula anggapan bahwa penyakit timbul akibat perbuatan dosa.
Maka, seiring dengan konsep tersebut, pengobatan dilakukan oleh para
tokoh kepercayaan, agama, dan sebagainya.
Berdasarkan hal tersebut di atas, dapatlah dimengerti, bahwa
pengobatan seperti ini tidaklah efektif. Hal ini disebabkan oleh
beberapa alasan sebagai berikut : Pertama, karena konsep tentang penyakit tersebut tidak seluruhnya benar ; Kedua,
apabila konsepnya benar, obatnya masih sangat primitif, begitu pula
cara pengobatannya. Oleh karena itu, agar usaha pengobatan dapat
efektif, perlu diketahui penyebab penyakit dan diupayakan menghilangkan
penyebabnya.
Selanjutnya, pengetahuan perkembangan ilmu kesehatan dapat kita bagi dalam beberapa fase sebagai berikut (Slamet, 1994) :
Ilmu kedokteran
Ilmu kedokteran lahir seiring dengan perkembangan pemikiran rasional
manusia untuk mempelajari lebih dalam struktur dan fungsi tubuh manusia,
baik dalam keadaan sehat maupun dalam keadaan sakit. Atas dasar
pengetahuan ini, orang dapat belajar mendapatkan gejala fungsi badan
yang abnormal, membuat alat bantu diagnostik sehingga dapat mendiagnosis
penyakit, serta belajar dan berusaha untuk dapat memulihkan fungsi yang
tidak normal menjadi normal kembali.
Ilmu kedokteran pencegahan
Ilmu kedokteran walaupun telah mampu menyembuhkan penyakit, ternyata
masih belum dapat mengatasi wabah-wabah yang melanda masyarakat, karena
ilmu kedokteran tidak mencegah penularan penyakit, hanya mengobati orang
yang telah sakit secara individual. Artinya, ilmu kedokteran hanya
memperhatikan elemen manusia. Atas dasar kebutuhan untuk mencegah
penyakit secara massal inilah, maka lahirlah ilmu kedokteran pencegahan.
Ilmu kesehatan masyarakat
Perkembangan selanjutnya dalam upaya mencegah penyakit adalah dengan
memperhatikan seluruh elemen penentu terjadinya penyakit. Hal ini
disadari karena pada dasarnya timbulnya penyakit ditentukan oleh
berbagai faktor, di antaranya faktor perilaku masyarakat itu sendiri.
Jika sebelumnya, dalam ilmu kedokteran pencegahan, faktor yang
diperhatikan hanya elemen manusia, maka dalam ilmu kesehatan masyarakat,
dipadukan dengan dua elemen lainnya yang berkaitan dengan perilaku
masyarakat itu sendiri, yaitu agent penyakit dan lingkungan.
Norma serta budaya yang menentukan gaya hidup masyarakat akan
menciptakan keadaan lingkungan yang sesuai dengannya serta akan
menimbulkan penyakit yang sesuai pula dengan gaya hidup tersebut.
Bagaimana sekelompok masyarakat memperlakukan air, udara, dan
sebagainya, akan mengakibatkan penyakit yang sesuai pula dengan
perlakuan tersebut. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa untuk
menjadi sehat, tidak cukup hanya dengan pencegahan penyakit secara
perseorangan, tetapi harus melihat dan mengelola masyarakat sebagai satu
kesatuan bersama lingkungan hidupnya. Ini artinya, kesehatan erat
sekali hubungannya dengan sumberdaya sosial ekonomi, tidak hamya
tergantung dari fasilitas kesehatan yang ada.
Atas dasar pengetahuan ini, timbullah ilmu kesehatan masyarakat. Ilmu
ini jelas lebih luas cakupannya daripada ilmu kesehatan dengan
konsep-konsep pengetahuan sebelumnya.
Kesehatan Masyarakat
Definisi kesehatan menurut World Health Organization (WHO) adalah sebagai berikut : “health
is defined as a state of complete physical, mental, and social well
being and not merely the absence of disease or infirmity.”
Definisi yang selaras dikemukakan pula dalam Undang-undang No. 9 tahun 1960, tentang Pokok-pokok, Bab I Pasal 2 : “yang
dimaksud kesehatan adalah keadaan yang meliputi kesehatan badan, rohani
(mental), dan sosial, bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit,
cacat, dan kelemahan.”
Selanjutnya definisi di atas mengalami sedikit revisi sebagaimana
tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 23 tahun 1992
tentang Kesehatan Bab I Pasal 1 sebagai berikut : “Kesehatan adalah
keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap
orang hidup produktif secara sosial ekonomis. “
Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan di atas, maka pada
dasarnya seseorang belum dianggap sehat sekalipun ia tidak berpenyakit
jiwa dan/atau pun raga. Orang tersebut masih harus dinyatakan sehat
secara sosial. Hal ini dianggap perlu karena penyakit yang diderita
seseorang/sekelompok masyarakat umumnya sangat ditentukan pula oleh
perilaku/keadaan sosial budayanya.
Sebaliknya, lawan dari sehat adalah sakit. Secara sederhana, pengertian sakit adalah sebagai berikut : keadaan
menyimpang dari keadaan normal, baik struktur maupun fungsi tubuh ;
keadaan di mana tubuh/organisme atau bagian dari organisme/populasi
tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya ; keadaan patologis.
Definisi Kesehatan Masyarakat
Menurut Winslow (1920), definisi kesehatan masyarakat adalah sebagai berikut :
Kesehatan masyarakat adalah ilmu dan kiat untuk : (1) mencegah
penyakit, (2) memperpanjang harapan hidup, dan (3) meningkatkan
kesehatan dan efisiensi masyarakat, melalui usaha masyarakat yang
terorganisir untuk : (1) sanitasi lingkungan, (2) pengendalian penyakit
menular, (3) pendidikan hygiene perseorangan (personal hygiene),
(4) mengorganisir pelayanan medis dan perawatan agar dapat dilakukan
diagnosis dini dan pengobatan pencegahan, dan (5) membangun mekanisme
sosial, sehingga setiap insan dapat menikmati standar kehidupan yang
cukup baik untuk dapat memelihara kesehatan
Dengan demikian, dari pengertian kesehatan masyarakat menurut Winslow
di atas, maka dapat disimpulkan bahwa setiap warga negara hendaknya
menyadari haknya atas kehidupan yang sehat dan panjang dengan melakukan
usaha-usaha sadar, terorganisir, dan terpadu untuk mewujudkannya. Usaha
mewujudkan kesehatan yang tidak hanya bersifat individu tetapi juga
usaha kolektif.
Menurut Hendrik L.Blum (1974), terdapat empat faktor utama yang dapat
mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, yaitu : lingkungan, perilaku
manusia, pelayanan kesehatan, dan keturunan. Keempat faktor tersebut
saling terkait dengan beberapa faktor lain, yaitu sumber daya alam,
keseimbangan ekologi, kesehatan mental, sistem budaya, dan populasi
sebagai satu kesatuan. Lingkungan mempunyai pengaruh paling besar
terhadap derajat kesehatan masyarakat (Gumilar, 2004). Gambar 1
menjelaskan hubungan antara faktor lingkungan, perilaku manusia,
pelayanan kesehatan, dan keturunan terhadap derajat kesehatan
masyarakat.
Usaha Kesehatan Masyarakat
Menurut American Public Health Association (APHA), Emerson and Luginbuhl (EM), dan World Health Organization
(WHO), dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat, sedikitnya
diperlukan enam usaha dasar yang dikenal dalam Ilmu Kesehatan Masyarakat
sebagai “The Basic Six”. Tabel 1 di bawah ini mermperlihatkan “The Basic Six”, dengan penggunaan istilah yang sedikit berbeda tersebut dilihat dari ketiga konsep yang dikemukakan :
Tabel 1 Tiga Buah Konsep “The Basic Six” (Slamet, 1994)
APHA | EMERSON & LUGINBUHL | WHO |
Pencatatan dan analisis data | Statistik vital | Pemeliharaan dokumen kesehatan |
Pendidikan kesehatan dan diseminasi informasi | Pendidikan kesehatan | Pendidikan kesehatan |
Pengawasan, pengaturan, pelayanan kesehatan lingkungan | Kesehatan lingkungan | Kesehatan lingkungan |
Administrasi dan pelayanan kesehatan | Pemberantasan penyakit menular | Pemberantasan penyakit menular |
Pelayanan kesehatan | Kesejahteraan Ibu dan Anak | Kesejahteraan Ibu dan Anak |
Koordinasi sumber daya kesehatan | Pengendalian penyakit kronis | Pelayanan medis dan perawatan kesehatan |
Laboratorium kesehatan |
Dalam prakteknya, mengingat berbagai negara memiliki permasalahan kesehatan yang tidak sama, maka selain konsep “The Basic Six”, diperlukan pula upaya-upaya lain yang khas sesuai dengan karakter masing-masing negara. Di Indonesia, selain “The Basic Six”,
terdapat pula upaya-upaya lain yang diperlukan untuk dilakukan. Dalam
Undang-undang RI No. 23 tahun 1992 Bab V Pasal 11, tertulis bahwa upaya
kesehatan dilaksanakan melalui 15 kegiatan sebagai berikut : (a)
kesehatan keluarga, (b) perbaikan gizi, (c) pengamanan makanan dan
minuman, (d) kesehatan lingkungan, (e) kesehatan kerja, (f) kesehatan
jiwa, (g) pemberantasan penyakit, (h) penyembuhan penyakit dan pemulihan
kesehatan, (i) penyuluhan kesehatan masyarakat, (j) pengamanan sediaan
farmasi dan alat kesehatan, (k) pengamanan zat aditif, (l) kesehatan
sekolah, (m) kesehatan olahraga, (n) pengobatan tradisional, dan (o)
kesehatan matra.
Sejak Pelita V, 15 kegiatan pokok kesehatan tersebut diubah menjadi
18 kegiatan, yaitu meliputi : (a) kesejahteraan ibu dan anak, (b)
keluarga berencana, (c) gizi, (d) kesehatan lingkungan, (e)
pemberantasan penyakit, (f) penyuluhan kesehatan, (g) pengobatan dan
penanggulangan kecelakaan, (h) perawatan kesehatan masyarakat, (i) usaha
kesehatan sekolah, (j) kesehatan gigi dan mulut, (k) kesehatan jiwa,
(l) pemeriksaan laboratorium sederhana, (m) pencatatan dan pelaporan,
(n) kesehatan mata, (o) kesehatan olahraga, (p) kesehatan pekerja non
formal, (q) pembinaan pengobatan tradisional, serta (r) peningkatan dana
sehat masyarakat.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1457/MENKES/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan
Di Kabupaten/Kota, pelayanan kesehatan itu meliputi : pelayanan
kesehatan ibu dan anak, pelayanan kesehatan anak pra sekolah dan usia
sekolah, pelayanan Keluarga Berencana, pelayanan imunisasi, pelayanan pengobatan/perawatan, pelayanan kesehatan jiwa, pemantauan pertumbuhan balita, pelayanan gizi, pelayanan obstetrik dan neonatal emergensi dasar dan komprehensif, pelayanan gawat darurat, penyelenggaraan penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan
gizi buruk, pencegahan dan pemberantasan penyakit polio, pencegahan dan pemberantasan penyakit ISPA, pencegahan dan pemberantasan penyakit HIV/AIDS, pencegahan dan pemberantasan penyakit Demam
sekolah, pelayanan Keluarga Berencana, pelayanan imunisasi, pelayanan pengobatan/perawatan, pelayanan kesehatan jiwa, pemantauan pertumbuhan balita, pelayanan gizi, pelayanan obstetrik dan neonatal emergensi dasar dan komprehensif, pelayanan gawat darurat, penyelenggaraan penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan
gizi buruk, pencegahan dan pemberantasan penyakit polio, pencegahan dan pemberantasan penyakit ISPA, pencegahan dan pemberantasan penyakit HIV/AIDS, pencegahan dan pemberantasan penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD), pencegahan dan pemberantasan penyakit diare,
pelayanan kesehatan lingkungan, pelayanan pengendalian vektor, pelayanan
hygiene sanitasi di tempat umum, penyuluhan perilaku sehat, penyuluhan
pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan
Zat Adiktif (NAPZA) berbasis masyarakat, pelayanan penyediaan obat dan
perbekalan kesehatan, pelayanan penggunaan obat generik, penyelenggaraan
pembiayaan untuk pelayanan kesehatan perorangan, serta penyelenggaraan
pembiayaan untuk keluarga miskin dan masyarakat rentan.
Dari rincian usaha-usaha pelayanan kesehatan tersebut di atas, maka
jelas diperlukan kerja multidisiplin di bidang kesehatan. Seluruh
program di atas hendaknya dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan
berkesinambungan agar dapat memecahkan permasalahan kesehatan yang
dihadapi.
Paradigma Sehat
Paradigma sehat merupakan cara pandang, pola pikir, atau model
pembangunan bersifat holistik dalam melihat masalah kesehatan yang
dipengaruhi oleh banyak faktor yang bersifat lintas sektor dan upayanya
lebih diarahkan pada peningkatan, pemeliharaan, dan perlindungan
kesehatan, bukan hanya penyembuhan orang sakit atau pemulihan kesehatan.
Definisi secara makro, paradigma sehat berarti pembangunan semua
sektor harus memperhatikan dampaknya di bidang kesehatan, minimal
pembangunan tersebut harus memberikan kontribusi positif bagi
pengembangan perilaku dan lingkungan sehat. Sedangkan definisi secara
mikro, paradigma sehat berarti pembangunan kesehatan lebih menekankan
upaya promotif dan preventif tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan
rehabilitatif. Tabel 2 berikut menggambarkan secara ringkas mengenai konsep paradigma sehat.
Tabel 2 Paradigma Sehat (Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung, 2005)
Kondisi Kesehatan Penduduk | Kontribusi yang diharapkan | Sasaran | Sifat pelayanan kesehatan |
Sehat (85%) | 85% | Orang sehat | Promotif, preventif |
Sakit (15%) | 15% | Orang sakit | Kuratif, rehabilitatif |
Kesehatan Lingkungan
Kesehatan lingkungan merupakan ilmu yang mempelajari dinamika
hubungan interaktif antara kelompok penduduk atau masyarakat dan segala
macam perubahan komponen lingkungan hidup seperti berbagai spesies
kehidupan, bahan, zat, atau kekuatan di sekitar manusia, yang
menimbulkan ancaman, atau berpotensi mengganggu kesehatan masyarakat,
serta bagaimana mencari upaya-upaya pencegahannya (UFA, 1991).
Adapun komponen-komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya
penyakit adalah sebagai berikut : komponen fisik (kebisingan, radiasi,
cuaca, panas, dll), komponen kimia (pestisida dalam makanan, asap rokok,
limbah pabrik, pewarna makanan, polutan udara, dll), komponen biologi
(spora, jamur, bakteri, cacing, dll), serta komponen sosial (tetangga,
atasan, pesaing, dll).
Masalah kesehatan lingkungan dipengaruhi oleh :
- Pertumbuhan dan persebaran penduduk. Masalah kesehatan lingkungan cenderung timbul karena daerah dengan kepadatan penduduk tinggi.
- Kebijakan (policy) para pengambil keputusan. Sebagai contoh, kebijakan penggunaan Tetra Ethyl Level (TEL) untuk campuran bahan bakar bensin mampu meningkatkan pencemaran lingkungan.
- Mentalitas dan perilaku penduduk. Sebagai contoh, perilaku membuang sampah sembarangan.
- Kemampuan alam untuk mengendalikan pencemaran
Beberapa hal tentang kesehatan lingkungan berdasarkan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 antara lain :
- Kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat
- Kesehatan lingkungan dilaksanakan terhadap tempat umum, lingkungan permukiman, lingkungan kerja, angkutan umum, dan lingkungan lainnya
- Kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air dan udara, pengamanan limbah padat, limbah cair, limbah gas, radiasi dan kebisingan, pengendalian vektor penyakit, dan penyehatan atau pengamanan lainnya
- Setiap tempat/sarana pelayanan umum wajib memelihara dan meningkatkan lingkungan yang sehat sesuai dengan standar dan persyaratan
Resiko Kesehatan Lingkungan
Beberapa definisi mengenai resiko kesehatan lingkungan adalah sebagai berikut (Gumilar, 2004) :
- Resiko kesehatan lingkungan merupakan resiko terhadap kesehatan manusia yang disebabkan oleh faktor lingkungan (fisik, kimia, biologi, dan sosial)
- Resiko kesehatan lingkungan merupakan suatu faktor atau proses dalam lingkungan yang mempunyai probability tertentu untuk menyebabkan konsekuensi yang merugikan manusia dan lingkungannya
- Resiko kesehatan lingkungan mengandung unsur yang tidak pasti, probabilitas terjadinya dapat rendah atau tinggi, dan tidak dapat dikatakan pasti akan terjadi
- Ketidakpastian dalam memperkirakan adanya resiko dapat berasal dari beberapa hal, yaitu :
- Kesalahan metodologi
- Pengetahuan yang terbatas tentang sifat dan kelakuan sistem yang diperkirakan
- Probabilitas terjadinya yang rendah (flow probability event)
- Kejadian yang tidak dapat diperkirakan
- Resiko kesehatan lingkungan dapat dikatakan sebagai probabilitas dari beberapa kondisi yang tidak menyenangkan
- Secara terbatas, resiko kesehatan lingkungan dapat diartikan sebagai gambaran kemungkinan bahwa seseorang yang sehat tetapi terpapar oleh beberapa faktor resiko, maka akan dapat menderita suatu penyakit
Faktor Resiko Lingkungan
Faktor resiko lingkungan merupakan faktor resiko di dalam lingkungan yang turut berperan dalam kesehatan masyarakat (Gumilar, 2004).
Atau dengan kata lain, faktor resiko lingkungan merupakan faktor yang
berhubungan dengan kematian ataupun resiko untuk terjadinya suatu
penyakit/kelainan yang disebabkan faktor lingkungan. Faktor resiko ini
terbentuk karena adanya interaksi antara komunitas manusia dengan
lingkungan yang berimbas pada kesehatan masyarakat. Faktor resiko
lingkungan dapat dikendalikan agar kesehatan masyarakat dapat dijaga dan
ditingkatkan kepada tahap yang lebih baik, sehingga interaksi antara
komunitas manusia dan lingkungan memberikan tingkat kesehatan masyarakat
yang sebaik-baiknya.
Pengendalian faktor resiko lingkungan diawali dengan mengidentifikasi
faktor resiko lingkungan yang berperan setempat, menganalisisnya,
kemudian mencari jalan serta merencanakan dan mengimplementasikan
rancangan pengendalian faktor resiko lingkungan dalam program kesehatan
lingkungan.
Berikut ini beberapa hal yang termasuk faktor resiko lingkungan :
- Faktor resiko lingkungan fisik : radiasi, kepadatan lalu lintas, dll
- Faktor resiko lingkungan kimia : pestisida, dll
- Faktor resiko lingkungan biologi : jamur, spora, dll
- Faktor resiko lingkungan sosial : life style, hubungan sosial, dll
- Faktor resiko lain : umur, sex, ras, etnis, pekerjaan, dll
Proses Terjadinya Penyakit
Pada dasarnya penyakit terjadi karena adanya interaksi antara
berbagai elemen yang saling mempengaruhi. Seorang dokter, John Gordon,
menggambarkan terjadinya penyakit pada masyarakat dalam sebuah model
yang pada akhirnya dinamakan sesuai dengan nama pencetusnya, yaitu Model
Gordon. Menurutnya, penyakit itu ditentukan oleh tiga faktor pengaruh,
yaitu (Fox,1970) :
A = Agent/penyebab penyakit
Agent adalah faktor esensial yang harus ada agar penyakit dapat
terjadi. Agent dapat berupa benda hidup, tidak hidup, energi, dan lain
sebagainya, yang dalam jumlah berlebih atau kurang merupakan sebab utama
dalam terjadinya penyakit. Agent hidup atau agent yang terdiri atas
benda hidup seperti metazoa, fungi, protozoa, bakteri, rickettsia, dan
virus menyebabkan penyakit yang bersifat menular. Agent tak hidup dapat
berupa zat kimia, zat fisis, kekuatan mekanis, faktor fisiologis, faktor
psikologis, dan faktor turunan.
H = Host/pejamu
Host adalah populasi atau organisme yang memiliki resiko untuk sakit.
Element host ini sangat penting dalam proses terjadinya penyakit
ataupun dalam pengendaliannya, karena ia sangat bervariasi keadaannya
bila dilihat dari aspek sosial ekonomi budaya, keturunan, lokasi
geografis, dan lainnya. Host juga akan sangat menentukan kualitas
lingkungan yang ada dengan cara-cara perlakuan yang berbeda-beda sesuai
dengan taraf pengetahuan, sikap, dan budaya hidupnya.
Faktor penentu pada host dapat berupa faktor-faktor yang dibawa atau
sudah ada sejak lahir (usia, jenis kelamin, bangsa, keluarga, daya tahan
natural) juga faktor-faktor yang didapat setelah dilahirkan (status
kesehatan umum, status fisiologis, status gizi, pengalaman sakit,
stress/tekanan hidup, kekebalan, perilaku host, dan perilaku
lingkungan).
L = Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host, baik
benda mati, benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang
terbentuk akibat interaksi semua elemen tersebut, termasuk host yang
lain. Lingkungan dapat diklasifikasikan menjadi lingkungan udara
(atmosfer), lingkungan air (hidrosfer), lingkungan padat (litosfer),
lingkungan flora dan fauna (biosfer), dan lingkungan sosial (sosiosfer).
Dalam Model Gordon, A, H, dan L dianggap sebagai tiga elemen utama
yang berperan dalam interaksi yang menentukan keadaan sehat atau sakit.
Ia menggambarkan/memodelkan terjadinya penyakit sebagai batang
pengungkit yang mempunyai titik tumpu di tengah-tengahnya.
Gambar 2 dan 3 merupakan model-model yang menggambarkan untuk masing-masing perbedaan kondisi sehat dan sakit tersebut.
Gambar 3 Empat Kemungkinan Keadaan Sakit
Model pada Gambar 2 merupakan model
di mana pengungkit berada dalam kondisi seimbang. Ini artinya, bahwa
masyarakat berada dalam keadaan sehat. Sebaliknya, apabila resultan dari
interaksi ketiga unsur tadi menghasilkan keadaan yang tidak seimbang,
maka diperoleh keadaan yang tidak sehat atau sakit seperti yang
digambarkan pada Gambar 3.
Keadaan ke-1 :
A memberatkan keseimbangan sehingga batang pengungkit miring ke arah
A. Pemberatan A terhadap keseimbangan diartikan sebagai agent/penyebab
penyakit mendapat kemudahan menimbulkan penyakit pada host, misalnya
terjadinya mutasi pada virus influenza.
Keadaan ke-2 :
H memberatkan keseimbangan, sehingga batang pengungkit miring ke arah
H. Keadaan seperti itu dimungkinkan apabila H menjadi lebih peka
terhadap suatu penyakit. Misalnya apabila proporsi jumlah penduduk
balita bertambah besar, maka sebagian besar populasi menjadi lebih peka
terhadap penyakit anak.
Keadaan ke-3 :
Ketidakseimbangan disebabkan oleh bergesernya titik tumpu. Hal ini
menggambarkan terjadinya pergeseran kualitas lingkungan sehingga A
memberatkan keseimbangan. Keadaan seperti ini berarti bahwa pergeseran
kualitas lingkungan memudahkan A memasuki tubuh H dan menimbulkan
penyakit. Contohnya, terjadinya banjir menyebabkan air kotor yang
mengandung A berkontak dengan masyarakat (H), sehingga A lebih mudah
memasuki H yang kebanjiran.
Keadaan ke-4 :
Ketidakseimbangan terjadi karena pergeseran kualitas lingkungan
sedemikian rupa sehingga H memberatkan keseimbangan atau H menjadi
sangat peka terhadap A. Contohnya, terjadinya pencemaran udara.
Model Gordon ini selain memberikan gambaran umum tentang terjadinya
penyakit pada masyarakat, dapat pula digunakan untuk melakukan analisis
dan mencari solusi terhadap permasalahan kesehatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar